Bisnis.com, BANDA ACEH — Bank Indonesia melihat kuatnya ekonomi AS serta dampak kebijakan tarif Presiden Donald Trump akan menahan proses disinflasi di AS dan berdampak pada menguatnya ekspektasi pemangkasan Fed Fund Rate hanya satu kali sepanjang 2025.
Sebelumnya pada pertengahan Desember 2024, Bank Indonesia (BI) memperkirakan penurunan suku bunga The Fed pada 2025 akan dilakukan sebanyak dua kali, masing-masing 25 basis poin.
Melihat perkembangan ekonomi AS terkini, Direktur Departemen Kebijakan Ekonomi & Moneter (DKEM) Bank Indonesia (BI) Juli Budi Winantya menyampaikan inflasi yang diperkirakan melambat atau disinflasi, justru ditengarai akan naik lebih tinggi akibat kebijakan tarif Trump.
“Karena inflasi lebih tinggi, ekspektasi penurunan Fed Fund Rate tentu berbeda-beda, akan lebih lambat dari perkiraan semula, akan cut satu kali pada semester kedua 2025,” ujarnya kepada media massa, Jumat (7/2/2025).
Sementara kebijakan pengetatan tenaga kerja dengan akan melakukan deportasi tenaga kerja ilegal akan berimplikasi kepada meningkatkan inflasi.
Selain itu, inflasi juga diperkirakan akan terkerek naik oleh kebijakan pajak AS yang memangkas pungutan pajak.
Alhasil, Juli mengartikan bahwa kebijakan tersebut berdampak pada defisit anggaran yang meningkat dan menyebabkan pemerintah AS harus melakukan pembiayaan lebih besar untuk memenuhi kebutuhan belanjanya.
Ujungnya, imbal hasil US Treasury (UST) tenor 2 tahun maupun tenor 10 tahun akan naik untuk menarik minat investor.
Baca Juga : The Fed Mulai Pasang Rem Pemangkasan Suku Bunga |
---|
“Karena pajak berdampak ke defisit dan yield, yield akan lebih tinggi sehingga imbal hasil di AS akan lebih menarik. Ini yang mengakibatkan ketidakpastian ke pasar global,” lanjut Juli.
Adapun The Fed memutuskan untuk menahan suku bunga acuan Fed Fund Rate (FFR) dalam hasil Federal Open Market Committee (FOMC) pada level 4,25% hingga 4,5%.
The Fed pun tampaknya mulai memasang rem pemangkasan suku bunga usai Ketua Fed Jerome Powell mengatakan para pejabat tidak terburu-buru untuk menurunkan suku bunga.
Hal tersebut berdasarkan data ekonomi yang kuat dan ketidakpastian mengenai bagaimana perekonomian dan inflasi AS akan merespons kebijakan Presiden Donald Trump mengenai tarif, imigrasi, perpajakan dan regulasi.
Sementara di dalam negeri, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menegaskan masih ada ruang penurunan suku bunga acuan alias BI Rate ke depan, meski pasar keuangan masih dihantui ketidakpastian global.
Perry menjelaskan setidaknya ada tiga pertimbangan utama dalam menentukan arah BI Rate yaitu prakiraan inflasi, mendorong pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas nilai tukar.
"Kami melihat kenapa masih ada ruang untuk penurunan suku bunga, terutama didasarkan pada pertimbangan pertama [inflasi] dan kedua [pertumbuhan ekonomi]," ungkap Perry dalam konferensi pers KSSK di Kantor Kemenkeu, Jakarta Pusat, Jumat (24/1/2025).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel