AFPI Bentuk Konsorsium Penolong P2P Lending Kurang Modal

Bisnis.com,12 Feb 2025, 21:49 WIB
Penulis: Pernita Hestin Untari
Ketua Umum AFPI Entjik S Djafar berbincang dengan Redaktur Pelaksana Bisnis Indonesia Hendri T. Asworo dalam kunjungan ke redaksi, Jumat (26/1/2024)./Bisnis - Eusebio Chrysnamurti.

Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) membentuk konsorsium yang terdiri dari pemilik beberapa platform fintech peer-to-peer (P2P) lending atau pinjaman online (pinjol) besar guna membantu penyelenggara yang kesulitan memenuhi ekuitas minimum Rp7,5 miliar yang diwajibkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Ketua Umum AFPI, Entjik S. Djafar, mengatakan bahwa inisiatif ini merupakan upaya industri dalam menjaga keberlanjutan bisnis dan mendukung pemain yang masih menghadapi kendala modal. Konsorsium ini akan bekerja dengan arahan dari OJK untuk mencari solusi terbaik bagi platform yang bermasalah.

“Kami telah membentuk konsorsium yang anggotanya adalah owner dari beberapa platform pindar besar untuk membantu para platform pindar yang bermasalah, tentunya dengan arahan dari OJK,” ujar Entjik kepada Bisnis, pada Rabu (12/2/2025).

Berdasarkan data terbaru OJK, masih terdapat 10 dari 97 penyelenggara P2P lending yang belum memenuhi ketentuan ekuitas minimum. Sementara itu, sejumlah platform telah berguguran karena tidak mampu memenuhi persyaratan modal tersebut.

Beberapa penyelenggara fintech P2P lending bermasalah yang dicabut izinnya karena tidak dapat memenuhi ekuitas antara lain PT Investree Radhika Jaya (Investree) pada Oktober 2024, PT Tani Fund Madani Indonesia (TaniFund) pada 3 Mei 2024, PT Akur Dana Abadi (Jembatan Emas) pada 3 Juli 2024, dan PT Semangat Gotong Royong (Dhanapala) pada 5 Juli 2024.

Entjik menegaskan aturan pemenuhan ekuitas Rp7,5 miliar tersebut sebenarnya bukan hal baru dan OJK telah memberikan peringatan jauh sebelum tenggat waktu pemenuhannya. Oleh karena itu, dia menilai bahwa para penyelenggara seharusnya telah mempersiapkan diri sejak beberapa tahun lalu.

“Tujuan dari aturan OJK ini agar industri ini semakin sehat dan berkelanjutan, sehingga para pemain di industri pindar ini harus siap dengan ketentuan ini. Perlu diketahui, aturan ini sudah lama diatur dan OJK telah sering mengingatkan jauh hari sebelum deadline kewajiban minimum ekuitas, seharusnya sudah siap beberapa tahun lalu,” katanya.

Di tengah dinamika industri, AFPI juga mengingatkan agar para pemain P2P lending tetap berhati-hati dalam menjalankan bisnisnya. Kepatuhan terhadap regulasi menjadi kunci agar industri tetap stabil dan berkelanjutan.

“Kami mengimbau kepada para platform pindar agar tetap konservatif dengan mematuhi aturan yang telah ditetapkan OJK, tetap memperhatikan rambu-rambu yang tidak boleh dilanggar apalagi ditabrak,” tegasnya.

Di sisi lain, OJK juga telah mengenakan sanksi administratif terhadap 62 penyelenggara fintech P2P lending atas pelanggaran yang dilakukan terhadap Peraturan OJK (POJK) yang berlaku, maupun hasil pengawasan dan/atau tindak lanjut pemeriksaan. OJK pun berharap upaya penegakan kepatuhan dan pengenaan sanksi tersebut dapat mendorong pelaku industri meningkatkan aspek tata kelola yang baik, kehati-hatian, dan pemenuhan terhadap ketentuan yang berlaku sehingga pada akhirnya dapat berkinerja lebih baik dan berkontribusi secara optimal.

Dari sisi kinerja industri fintech P2P lending, outstanding pembiayaan tumbuh 29,14% secara tahunan (year-on-year/yoy) hingga akhir Desember 2024 dengan nominal sebesar Rp77,02 triliun.

Adapun pertumbuhan tersebut lebih tinggi apabila dibandingkan per November 2024 sebanyak 27,32% yoy. Sementara tingkat risiko kredit macet secara agregat (TWP90) dalam kondisi terjaga stabil di posisi 2,60%. Angka tersebut sedikit lebih tinggi dibandingkan per November 2024 yang mencapai 2,52%.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Anggara Pernando
Terkini