Bisnis.com, JAKARTA — PT Akselerasi Usaha Indonesia (Akseleran) dan PT Amartha Mikro Fintek (Amartha) memastikan telah memenuhi ketentuan ekuitas minimum yang ditetapkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bagi penyelenggara fintech peer-to-peer (P2P) lending yakni senilai Rp7,5 miliar.
Group CEO & Co-Founder Akseleran Ivan Nikolas mengatakan bahwa perusahaan telah memenuhi batas ekuitas minimum dan akan terus memperkuat kinerja keuangan melalui strategi peningkatan pendapatan dan efisiensi pengeluaran.
“Saat ini perseroan memenuhi batas ekuitas minimum. Strateginya terus hasilkan laba melalui menaikkan pendapatan dan disiplin dalam pengeluaran,” kata Ivan kepada Bisnis, pada Rabu (12/2/2025).
Namun, dia mengakui bahwa tantangan ke depan adalah mempertahankan profitabilitas agar ekuitas dapat terus meningkat. “Tantangannya ke depan adalah untuk terus meraih laba agar bisa terus meningkatkan ekuitas,” katanya.
Menurut Ivan, strategi utama Akseleran ke depan adalah memastikan perusahaan tetap menguntungkan dengan mengoptimalkan pendapatan dan mengendalikan biaya operasional.
Terkait dengan potensi kerja sama atau kemitraan strategis, Ivan mengungkapkan bahwa perusahaan akan melihat peluang yang ada sebelum mengambil keputusan tersebut.
“Itu we’ll see ya [Kita lihat saja nanti]. It depends [Itu tergantung] dengan kecocokan antar para pihak,” ujarnya.
Sementara itu, Vice President (VP) of Public Relations Amartha Harumi Supit mengatakan bahwa Amartha berada dalam posisi yang kuat dalam memenuhi regulasi ekuitas OJK. Dia memastikan bahwa perusahaan sudah memenuhi ekuitas yang diwajibkan OJK.
“Amartha sendiri berada dalam posisi yang baik,” kata Harumi kepada Bisnis pada Rabu (12/2/2025).
Selain didukung oleh beragam institusi global maupun domestik seperti Standard Chartered, BCA Digital, IFC dan banyak lainnya, Harumi mengatakan Amartha menerapkan sistem teknologi berbasis artificial intelligence (AI) atau kecerdasan buatan dengan disertai pendampingan tenaga terlatih di lapangan.
“Sehingga mampu menjalankan kegiatannya dalam melayani segmen akar rumput di perdesaan dengan efisien,” katanya.
Berdasarkan data terbaru Otoritas Jasa Keuangan (OJK), masih terdapat 10 dari 97 penyelenggara fintech P2P lending yang belum memenuhi ketentuan ekuitas minimum. Sementara itu, sejumlah platform telah terpaksa menghentikan operasionalnya karena gagal memenuhi persyaratan modal yang ditetapkan regulator.
Beberapa platform fintech P2P lending yang dicabut izinnya akibat tidak mampu memenuhi ketentuan ekuitas antara lain PT Investree Radhika Jaya (Investree) pada Oktober 2024, PT Tani Fund Madani Indonesia (TaniFund) pada 3 Mei 2024, PT Akur Dana Abadi (Jembatan Emas) pada 3 Juli 2024, dan PT Semangat Gotong Royong (Dhanapala) pada 5 Juli 2024.
Selain itu, OJK juga telah menjatuhkan sanksi administratif terhadap 62 penyelenggara fintech P2P lending atas pelanggaran terhadap Peraturan OJK (POJK) yang berlaku. Sanksi tersebut merupakan hasil dari proses pengawasan serta tindak lanjut pemeriksaan yang dilakukan oleh regulator.
OJK pun berharap upaya penegakan kepatuhan dan pemberian sanksi ini dapat mendorong pelaku industri untuk meningkatkan tata kelola, menerapkan prinsip kehati-hatian, serta mematuhi regulasi yang berlaku. Dengan demikian, industri dapat semakin berkembang dan memberikan kontribusi optimal.
Dari sisi kinerja industri, outstanding pembiayaan fintech P2P lending tercatat tumbuh 29,14% secara tahunan (year-on-year/YoY) hingga akhir Desember 2024, dengan nilai mencapai Rp77,02 triliun.
Pertumbuhan ini lebih tinggi dibandingkan November 2024, yang saat itu tercatat tumbuh 27,32% yoy. Sementara itu, tingkat kredit macet atau TWP90 tetap terjaga di level 2,60%, sedikit meningkat dibandingkan November 2024 yang berada di angka 2,52%.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel