Alasan BI Tahan Suku Bunga Acuan 5,75%, Imbas Kebijakan Trump hingga Demi Rupiah Stabil

Bisnis.com,19 Feb 2025, 17:37 WIB
Penulis: Annasa Rizki Kamalina
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo (tengah) didampingi Deputi Gubernur Senior Destry Damayanti (kanan) dan Deputi Gubernur Doni P. Joewono memberikan keterangan terkait hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI di Jakarta, Rabu (19/2/2025). / Bisnis-Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA — Kebijakan tarif impor dari Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang terus berubah dan memengaruhi dinamika global menjadi salah satu pertimbangan Bank Indonesia menahan suku bunga acuan alias BI Rate di 5,75%.

Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menyampaikan pada dasarnya kondisi global selalu menjadi pertimbangan bagi bank sentral dalam menentukan momen pemangkasan suku bunga.

"Kalau kami mengatakan ada ruang penurunan BI Rate karena kami melihat inflasi rendah dan kami turut mendukung pertumbuhan ekonomi. Tetapi timing-nya tentu saja kita harus mempertimbangkan dinamika global," ungkapnya dalam konferensi pers, Rabu (19/2/2025).

Berbeda dengan hasil keputusan Rapat Dewan Gubernur (RDG) Januari 2025 lalu, Perry memutuskan untuk memangkas meskipun masih ada ketidakpastian kebijakan AS, tetapi sudah lebih jelas arahnya.

Saat ini, divergensi ekonomi dunia berlanjut dengan ketidakpastian global yang tetap tinggi. Perekonomian AS pun diperkirakan tetap kuat ditopang oleh konsumsi rumah tangga seiring upah dan produktivitas yang tinggi serta perbaikan investasi.

Sementara itu, ekonomi Eropa, China dan Jepang masih lemah dipengaruhi permintaan domestik yang belum kuat serta kinerja eksternal yang menurun sejalan dengan perekonomian global yang melambat dan dampak dari implementasi kenaikan tarif impor oleh AS.

Perry bersama dewan gubernurnya juga melihat ekspansi ekonomi India turut tertahan akibat proses konsolidasi fiskal dan investasi yang belum kuat. Dengan perkembangan tersebut, pertumbuhan ekonomi dunia 2025 diprakirakan sebesar 3,2%.

Di sisi lain, ketidakpastian pasar keuangan global tetap tinggi dipengaruhi kebijakan tarif impor AS yang lebih cepat dan luas dari perkiraan serta arah kebijakan bank sentral AS.

Pertumbuhan ekonomi dan inflasi AS yang tinggi berdampak pada ekspektasi penurunan Fed Funds Rate (FFR) yang lebih terbatas. Kebijakan fiskal AS yang lebih ekspansif mendorong yield US Treasury tetap tinggi, meskipun sedikit menurun akibat meningkatnya permintaan investor global terhadap US Treasury.

Perkembangan tersebut menyebabkan besarnya preferensi investor global untuk menempatkan portofolionya ke AS. Indeks mata uang dolar AS masih tinggi dan menekan berbagai mata uang dunia, termasuk Indonesia.

Alhasil, suku bunga yang ditahan menjadi langkah mitigasi BI untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dan mendorong pertumbuhan ekonomi domestik di tengah dampak rambatan ketidakpastian global yang tetap tinggi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Wibi Pangestu Pratama
Terkini