Bisnis.com, JAKARTA – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) membeberkan bahwa pelanggaran etika yang paling banyak dilakukan oleh tenaga penagih pinjaman online (pinjol) atau fintech p2p lending adalah penagihan dengan teror dan ancaman.
Friderica Widyasari Dewi, Kepala Eksekutif Pengawas Pelaku Jasa Keuangan, Edukasi, dan Perlindungan Konsumen OJK, menjelaskan bahwa sepanjang Januari 2025 terdapat 1.107 aduan masuk ke OJK yang terindikasi melanggar etika penagihan P2P lending.
"Dari aduan yang masuk, kebanyakan melakukan penagihan dengan ancaman dan teror, melakukan tindakan yang bersifat mempermalukan konsumen, melakukan penagihan kepada pihak selain konsumen, melakukan penagihan terus-menerus yang bersifat mengganggu, melakukan penagihan di luar waktu yang telah ditentukan, dan melakukan penagihan di tempat umum," kata Kiki, sapaan akrabnya kepada Bisnis, Kamis (27/2/2025).
Kiki melanjutkan, pelanggaran etika penagihan tersebut mayoritas dilakukan oleh tenaga penagih pihak ketiga yang bekerja sama dengan perusahaan penyelenggara P2P lending.
Secara hukum, kerja sama dengan pihak ketiga untuk tenaga penagih memang diperbolehkan. Hal itu diatur dalam Pasal 61 ayat (1) POJK Nomor 22 Tahun 2023 tentang Perlindungan Konsumen dan Masyarakat di Sektor Jasa Keuangan. OJK mengatur bahwa penyelenggara usaha jasa keuangan (PUJK) dapat bekerja sama dengan pihak lain untuk melakukan fungsi penagihan kredit atau pembiayaan kepada konsumen, atau dengan kata lain, penagihan dapat dialihfungsikan alias di-outsource.
Namun, dalam pelaksanaannya, OJK juga mewajibkan pihak lain sebagaimana dimaksud untuk memenuhi ketentuan, yaitu berbentuk badan hukum, memiliki izin dari instansi berwenang, serta memiliki SDM yang telah memperoleh sertifikat di bidang penagihan dari lembaga sertifikasi profesi dan/atau asosiasi penyelenggara yang terdaftar di OJK.
"Khusus untuk PUJK yang merupakan Penyelenggara Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (perusahaan P2P lending), pihak lain yang dimaksud bukan merupakan afiliasi dari Penyelenggara Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi atau pemberi dana," jelas Kiki.
Dalam beleid yang sama, Pasal 61 ayat (5) dan ayat (6) mengatur bahwa PUJK juga diwajibkan bertanggung jawab atas segala dampak yang ditimbulkan dari pelaksanaan kerja sama tersebut dan melakukan evaluasi secara berkala.
Adapun dalam rangka penanganan pengaduan yang berindikasi pelanggaran, Kiki menjelaskan bahwa OJK melakukan pemeriksaan atas dugaan pelanggaran yang disampaikan oleh konsumen. Apabila dalam proses pemeriksaan terbukti adanya pelanggaran ketentuan yang dilakukan oleh pegawai atau pihak yang bekerja sama dengan PUJK, maka OJK mengenakan sanksi administratif dan memberikan instruksi tertulis.
"Sanksi administratif dan instruksi tertulis tersebut antara lain mencakup perbaikan SOP, pemberian pelatihan kepada tenaga penagih, pemberian hukuman kepada tenaga penagih yang melanggar dengan pemutusan hubungan kerja, hingga evaluasi berkala atas kerja sama dengan pihak ketiga," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel