Bisnis.com, JAKARTA – Total investasi yang dikelola industri asuransi jiwa di Indonesia sepanjang 2024 tumbuh 0,2% year on year (yoy) menjadi Rp541,40 triliun. Dari jumlah ini, surat utang negara (SBN) dan saham menjadi dua instrumen dengan penempatan terbesar. Bagaimana kondisinya saat IHSG dalam beberapa tahun terakhir berada dalam tekanan?
Ketua Dewan Pengurus Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) Budi Tampubolon mengatakan saat aset kelolaan naik tipis, hasil investasi dalam periode tersebut justru terkoreksi cukup dalam mencapai 24,8% yoy menjadi Rp23,91 triliun. Jebloknya hasil investasi tersebut membuat total pendapatan asuransi jiwa sepanjang 2024 terkoreksi 0,7% yoy menjadi Rp218,73 triliun.
"Penurunan ini tidak lepas dari pengaruh kondisi ekonomi yang menyebabkan melemahnya kondisi pasar modal kita," kata Budi saat ditemui di kantornya, Jumat (28/2/2025).
Budi menjelaskan, perusahaan asuransi jiwa menggunakan acuan pertumbuhan ekonomi Indonesia adalah dari Produk Domestik Bruto (PDB) nasional untuk mengukur keberhasilan kinerja anggota asosiasi. Pada 2024 lalu, PDB Indonesia tumbuh 5,03%, sedikit melambat pada pertumbuhan PDB periode 2023 sebesar 5,05%.
"Kedua kita melihat tingkat suku bunga. Setiap perusahaan asuransi punya tim investasi dan mereka terus memonitor kira-kira dalam satu semester ke depan, satu tahun ke depan, suku bunga naik atau turun. Ketika mereka prediksi naik, mungkin perusahaan akan menaruh investasi lebih banyak ke deposito. Kalau prediksinya suku bunga turun, lebih banyak di obligasi," jelasnya.
Wianto Chen, Kepala Departemen Agency AAJI menyoroti merosotnya kinerja saham dalam tiga tahun terakhir. Bila direkap atas Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), kinerja saham gabungan sempat tumbuh 10,08% pada periode 2021. Meski demikian 3 tahun berikutnya, pertumbuhannya terus mengecil sampai akhirnya pada periode 2024 lalu IHSG tercatat merah dengan kontraksi sebesar 2,65%.
"Ini kita lihat sejak Covid-19. Jadi penurunan saham ini lumayan besar," kata Wianto.
Adapun saham dalam portofolio industri asuransi jiwa, pada periode 2024 investasi saham mencapai Rp133,99 triliun, terkoreksi 10,8% yoy dibanding Rp150,21 triliun pada periode 2023.
Selain imbal hasil yang kurang menguntungkan, Wianto menjelaskan penurunan ini juga disebabkan faktor beralihnya minat nasabah asuransi jiwa dari produk unit linked ke produk tradisional dalam 2 tahun terakhir.
Di saat bersamaan, investasi asuransi jiwa pada instrumen SBN tumbuh 11,9% yoy menjadi Rp205,03 triliun dan menjadi porsi terbesar dalam portofolio investasi industri asuransi jiwa sepanjang 2024.
"Sehingga permintaan SBN cukup tinggi terutama ada shifting unit link ke tradisional, jadi biasanya SBN digunakan untuk aset liability manajemen untuk cover liability kami," jelasnya.
Secara ringkas, dalam portofolio investasi industri asuransi jiwa sepanjang 2024 yang mengalami kenaikan adalah pada penempatan SBN, sukuk korporasi, bangunan dan tanah, serta penyertaan langsung.
Sisanya, untuk penempatan investasi industri asuransi jiwa pada deposito, saham dan reksadana mengalami kontraksi dua digit, yang masing-masing turun sebesar 17,5% menjadi Rp32,85 triliun, 10,8% menjadi Rp133,99 triliun dan 10,6% menjadi Rp69,68 triliun.
"Jadi kalau kita lihat kondisi pasar tersebut tentunya kita tahu tantangan 2024 seperti apa. Tapi kinerja kita tetap tangguh, kita tetap resilience dan kita tetap fokus pada strategi investasi yang memberikan manfaat jangka panjang bagi pemegang polis dan kita lakukan dengan prudent, patuh terhadap regulasi dan menyesuaikan investasi kita terkait produk diversifikasi kita, tradisional, unit link dan sebagainya," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel