Ahli Hukum: Kontrak Asuransi Dibatalkan via Pengadilan, Sengketa Klaim Bisa Membludak

Bisnis.com,05 Mar 2025, 21:35 WIB
Penulis: Akbar Maulana al Ishaqi
Ilustrasi asuransi/mhibroker.com

Bisnis.com, JAKARTA – Mahkamah Konstitusi (MK) yang menetapkan norma Pasal 251 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) inkonstitusional bersyarat membuat perusahaan asuransi tidak bisa membatalkan klaim sepihak. Sebagai gantinya, pembatalan polis asuransi bisa melalui kesepakatan bersama atau melalui pengadilan sengketa.

Ahli hukum dan pengacara Ricardo Simanjuntak menilai apabila setiap kontrak polis asuransi dibatalkan melalui pengadilan, maka kasus sengketa pengadilan akan membludak dan hampir tidak mungkin teratasi.

"Kita hitung saja, pengadilan bakalan sanggup tidak? Misalnya, contoh, kalau sekarang itu ada sekitar 165 perusahaan asuransi, baik asuransi jiwa dan umum. Saya sudah tanya, kemungkinan dalam sebulan itu bisa tiga penolakan untuk satu perusahaan asuransi. Nah, kalau tiga dikali 165 itu kira-kira 500 sebulan. Setahun 6.000," kata Ricardo saat berbincang dengan Bisnis, Rabu (5/3/2025).

Menurutnya, pembatalan tersebut harus diajukan ke pengadilan negeri dan bentuknya pasti gugatan, bukan permohonan. "Jadi, 6.000 ini harus berperkara di pengadilan dalam waktu 3,4,5 tahun sampai PK. Sanggup tidak pengadilan?" tegasnya.

Faktor kedua yang membuat dia merasa hal tersebut tidak akan memungkinkan adalah apabila untuk pembatalan kontrak asuransi perlu ke pengadilan, Ricardo mempertanyakan bagaimana nasib kontrak-kontrak lainnya seperti kontrak perbankan, konstruksi sampai kontrak-kontrak di sektor migas.

"Apakah ini juga harus sama? Nah, kalau ini bisa jutaan gugatan setiap tahun. Sekarang aja itu Mahkamah Agung, itu Hakim Agungnya itu setengah mati menggunakan waktu untuk memutuskan perkara. Hakim Agung itu satu hari bisa memutuskan perkara bisa sampai 15 sampai 25 perkara. Bakalan sanggup tidak?" ujarnya.

Dengan riwayatnya sebagai pembicara di New Delhi, Ricardo mencontohkan di India untuk satu perkara dalam pengadilan tingkat negeri bisa menghabiskan waktu sampai 10 tahun. Dengan jumlah populasi yang sangat besar, India saat ini sedang gencar menerapkan proses mediasi untuk menyelesaikan perkara. 

"Karena itu satu-satunya cara untuk bisa mendapatkan putusan dengan lebih cepat. Jadi ini [penyelesaian sengketa di pengadilan] saya lihat malah bertolak belakang kalau harus melihat begitu kan," jelasnya.

Sebagai solusi, pembatalan kontrak polis asuransi menurutnya akan lebih ideal ditempuh melalui kesepakatan bersama. Menurutnya hal itu bisa dilakukan dengan memperjelas klausul dalam kontrak asuransi, misalnya pada Surat Pengajuan Asuransi Jia (SPAJ) pada asuransi jiwa.

"Kalau kita baca pada literal putusan MK seakan-akan lewat pengadilan. Dia kan cuma menjelaskan cuma dua, kalau tidak kesepakatan bersama wajib melalui pengadilan. Jadi, pengadilan itu demi hukum. Dasar hukumnya 1266 perdata. Jadi itu mutlak walau dia tidak disepakati, dia otomatis. Maka syaratnya adalah disepakati dua pihak, oke, atau diputuskan oleh pengadilan," jelas Ricardo.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Annisa Sulistyo Rini
Terkini