Sederet Faktor Pendorong dan Penghambat Spin Off UUS Industri Asuransi, Apa Saja?

Bisnis.com,05 Mar 2025, 13:05 WIB
Penulis: Pernita Hestin Untari
Karyawan beraktivitas didepan logo-logo asuransi syariah di kantor Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia (AASI), Jakarta. Bisnis/Abdurachman

Bisnis.com, JAKARTA — Proses pemisahan Unit Usaha Syariah (UUS) atau spin off di industri asuransi terus bergulir, seiring dengan regulasi yang mewajibkan pemisahan unit syariah dari perusahaan induk paling lambat akhir 2026. 

Menanggapi hal ini, Praktisi Manajemen Risiko sekaligus Ketua Umum Komunitas Penulis Asuransi Indonesia (Kupasi) Wahyudin Rahman mengungkapkan sejumlah faktor yang dapat mendukung maupun menghambat proses spin-off tersebut.

Menurut Wahyudin, ada beberapa faktor yang mendukung pemisahan UUS. Pertama, regulasi yang jelas dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK). 

“OJK telah menetapkan kebijakan spin-off dalam POJK 11/2024 dan SE OJK No. 10/2024, yang memberikan arah dan kepastian hukum bagi perusahaan asuransi dan reasuransi dalam mempersiapkan pemisahan unit syariahnya,” kata Wahyudin kepada Bisnis, pada Rabu (5/3/2025).

Kedua, potensi pasar yang besar. Dia mengatakan bahwa kesadaran masyarakat terhadap ekonomi syariah yang terus meningkat, serta pertumbuhan industri halal, menjadi peluang bagi asuransi syariah untuk berkembang lebih luas.

Ketiga, dukungan dan komitmen dari induk perusahaan. Wahyudin menekankan bahwa keberhasilan spin-off akan lebih mudah dicapai jika perusahaan induk memiliki komitmen kuat dalam mendukung pemisahan, baik dari segi modal maupun strategi bisnis.

Namun, di sisi lain, dia juga mengungkapkan sejumlah tantangan yang dapat menghambat proses spin-off. Salah satunya adalah kebutuhan permodalan yang besar. 

“Salah satu tantangan utama adalah pemenuhan modal minimum yang dipersyaratkan untuk entitas baru, yaitu Rp100 miliar untuk asuransi dan Rp200 miliar untuk reasuransi, serta ketentuan permodalan pada tahun 2026 dan 2028,” kata Wahyudin.

Selain itu, skala ekonomi yang belum optimal juga menjadi kendala. Banyak UUS masih memiliki pangsa pasar kecil, sehingga operasional mandiri bisa menjadi beban jika tidak diiringi dengan strategi pertumbuhan yang kuat. Faktor lain yang turut menjadi tantangan adalah kesiapan infrastruktur dan sumber daya manusia (SDM).

Wahyudin menuturkan bahwa setelah spin-off, perusahaan baru harus memiliki infrastruktur serta tenaga kerja yang memadai agar dapat beroperasi secara independen. Selain itu, pengalihan portofolio juga menjadi tantangan tersendiri. 

“Bagi yang memilih opsi pengalihan portofolio, perlu ada negosiasi yang matang agar tidak terjadi gangguan layanan kepada pemegang polis,” tambahnya.

Dari sisi industri, prospek asuransi syariah ke depan dinilai tetap positif. Wahyudin optimistis bahwa industri ini akan terus bertumbuh, terutama dengan meningkatnya literasi keuangan syariah dan penguatan regulasi. 

“Selain itu, konsolidasi spin-off dan aturan modal serta perluasan pasar dimungkinkan membuat industri asuransi syariah akan dapat bersaing ke depannya,” katanya.

Sebelumnya, OJK mengungkapkan bahwa terdapat 18 UUS perusahaan asuransi dan reasuransi yang akan melakukan spin-off pada tahun ini, sementara delapan UUS lainnya memilih opsi pengalihan portofolio.

Hal tersebut disampaikan oleh Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK, Mirza Adityaswara, dalam Hasil Rapat Dewan Komisioner Bulanan Februari 2025 pada Selasa (4/3/2025). 

“Berdasarkan update, pada 2025 direncanakan 18 UUS akan melakukan spin-off dan delapan UUS akan melakukan pengalihan portofolio,” kata Mirza.

Secara keseluruhan, Mirza mengungkapkan bahwa saat ini terdapat 41 perusahaan asuransi dan reasuransi yang telah menyampaikan rencana kerja pemisahan unit syariah pada Desember 2023. Dari jumlah tersebut, 29 unit syariah menyatakan akan melakukan spin-off.

Pemisahan UUS ini merupakan amanat dari Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian, yang mewajibkan UUS dengan aset tertentu untuk berdiri sendiri sebagai perusahaan asuransi syariah. Perusahaan asuransi dan reasuransi pun wajib menyelesaikan proses spin off sebelum akhir 2026.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Annisa Sulistyo Rini
Terkini