Bisnis.com, JAKARTA – Bank Indonesia (BI) mencatat bahwa risiko kredit dari perusahaan pembiayaan (PP) dan perusahaan fintech peer-to-peer (P2P) lending alias pinjaman online (pinjol) mengalami peningkatan pada akhir tahun lalu.
Dalam buku Kajian Stabilitas Keuangan Nomor 44 BI, per Oktober 2024, risiko kredit PP yang tecermin dari rasio non-performing financing (NPF) berada pada level 2,60%. Angka itu lebih tinggi dibandingkan periode akhir 2023 yang sebesar 2,44%.
Pada saat bersamaan, risiko kredit pinjol yang tecermin dari TWP 90 agregat juga tercatat sebesar 2,37%.
“Khususnya TWP 90 untuk golongan debitur badan usaha yang mencapai 9,40% pada Oktober 2024, meningkat dibandingkan dengan akhir 2023 sebesar 7,60%,” tulis BI, dikutip Kamis (6/3/2025).
Namun demikian, BI menyebut bahwa penyaluran dana ke golongan debitur badan usaha relatif terbatas, yaitu hanya sebesar 8,07%. Penyaluran dana lebih banyak diberikan kepada golongan debitur perseorangan dengan TWP 90 sebesar 1,75%.
Bank sentral lantas menjelaskan bahwa risiko interkoneksi antara industri keuangan non-bank (IKNB) dan perbankan pada akhir 2024 masih terbatas, seiring eksposur yang rendah.
Risiko itu dapat timbul akibat penempatan dana oleh IKNB pada dana pihak ketiga (DPK) bank, maupun pemberian pembiayaan dari bank kepada IKNB.
“Risiko interkoneksi antara PP dan fintech lending ke perbankan melalui penempatan dana pada DPK masih terjaga karena eksposur yang sangat minim, yaitu berupa penempatan deposito oleh PP dengan pangsa hanya sebesar 0,53% terhadap total DPK,” lanjut BI.
Sementara itu, risiko serupa dari kredit perbankan juga diklaim masih rendah. Hal ini tak terlepas dari eksposur yang berada pada level 4,26% terhadap total kredit perbankan tahun lalu.
Di sisi lain, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga telah memberikan imbauan kepada perbankan mengenai pemberian kredit channeling kepada fintech P2P lending di saat marak perusahaan bermasalah.
Sebagaimana diketahui, terdapat sejumlah platform P2P lending yang bermasalah, seperti PT Lunaria Annua Teknologi (KoinP2P), PT Investree Radhika Jaya (Investree), dan PT iGrow Resources Indonesia (iGrow).
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae menyampaikan maraknya fenomena fintech yang bermasalah belum berdampak pada peningkatan non-performing loan (NPL) bank secara signifikan saat ini.
Namun demikian, OJK senantiasa melakukan tindakan pengawasan dan pemeriksaan yang mendalam dengan meminta bank meningkatkan kualitas pengelolaan risiko dan tata kelola pemberian kredit melalui fintech P2P lending.
"Kami meminta bank melakukan evaluasi secara komprehensif terhadap seluruh kerja sama dengan perusahaan fintech P2P lending, termasuk menilai kinerja dan kelayakan mitra fintech P2P lending, serta memperkuat pengawasan terhadap penyaluran kredit melalui platform tersebut," ujarnya dalam jawaban tertulis pada Jumat (21/2/2025).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel