Bisnis.com, JAKARTA — Komisi XI DPR Mukhamad Misbakhun berjanji pembahasan revisi Undang-Undang Nomor 4/2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan atau UU P2SK tidak akan melebar.
Misbhakun menjelaskan Komisi XI DPR harus merevisi UU P2SK imbas dari putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No. 85/PUU-XXII/2024 yang menyatakan bahwa menteri keuangan (Menkeu) tidak berhak mengintervensi penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Tahunan (RKAT) Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).
"[Revisi] terkait dengan anggaran LPS yang selama ini dibahas, ditetapkan oleh menteri keuangan menjadi pembahasan bersama DPR. Cuma itu [tidak akan melebar]. Revisi terbatas," ujar Misbhakun di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (11/3/2025).
Komisi XI DPR sendiri sudah menggelar rapat panitia kerja atau Panja pada Senin (10/3/2025) malam. Panja itu nanti akan menyusun Rancangan Undang-Undang (RUU) P2SK sesuai putusan MK.
Sebagai informasi, Putusan MK No. 85/PUU-XXII/2024 menyatakan bahwa Pasal 86 ayat (4), ayat (6) dan ayat (7) dalam Pasal 7 angka 57 UU P2SK inkonstitusional bersyarat.
Pasal 86 ayat (4) itu sendiri menyatakan ketua Dewan Komisioner LPS wajib menyampaikan RKAT kepada Menkeu untuk mendapat persetujuan. Ayat (6) dan ayat (7) juga memuat frasa terkait dengan persetujuan Menkeu.
Dalam amar putusan, Ketua MK Suhatoyo pun menyatakan pasal-pasal tersebut bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai ‘persetujuan DPR'.
"Pembentuk undang-undang melakukan perubahan paling lama 2 tahun sejak putusan a quo diucapkan,” kata Suhatoyo saat membacakan amar putusan, dikutip dari situs resmi MK, Jumat (3/12/2024).
Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih menambahkan bahwa keterlibatan Menkeu berupa persetujuan dalam penyusunan RKAT untuk kegiatan operasional LPS tidak tepat. MK menilai bahwa mekanisme tersebut berpotensi mengurangi independensi LPS dalam mengambil keputusan.
Prinsip independensi ini turut berlaku di tengah kedudukan Menkeu sebagai Koordinator Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) yang meliputi Ketua Dewan Komisioner LPS, Gubernur Bank Indonesia (BI), dan Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
“Meskipun Menteri Keuangan selaku Koordinator KSSK, tetapi tetap saja tidak boleh mengintervensi anggaran LPS sebagai lembaga independen dengan alasan checks and balances,” demikian dikutip lebih lanjut dari dokumen putusan.
Itu sebabnya, Mahkamah menilai bahwa penyusunan anggaran LPS lebih tepat apabila berdasarkan persetujuan DPR yang memiliki fungsi penganggaran atau budgeting dan pengawasan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel