Olah Strategi Dongkrak Penyaluran Pendanaan Produktif P2P Lending

Bisnis.com,13 Mar 2025, 07:05 WIB
Penulis: Pernita Hestin Untari
Ilustrasi P2P Lending. /Freepik.com

Bisnis.com, JAKARTA — Penyaluran pendanaan kepada sektor produktif melalui layanan pendanaan berbasis teknologi (LPBBTI) atau fintech peer to peer (P2P) lending masih jauh dari target Otoritas Jasa Keuangan (OJK). 

Per Desember 2024, total pendanaan yang tersalurkan ke sektor produktif baru mencapai Rp8,45 triliun atau 30,19% dari total pendanaan. Angka ini masih jauh dari target OJK yang ingin mencapai 70% pada 2028.

Di sisi lain, sektor produktif justru menjadi kategori dengan tingkat gagal bayar tertinggi dibandingkan dengan pinjaman konsumtif atau perorangan. Hal ini menimbulkan tantangan bagi industri dalam meningkatkan proporsi pembiayaan ke sektor produktif tanpa mengabaikan risiko.

Menanggapi hal tersebut, Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda mengatakan bahwa badan usaha sebagai penerima pembiayaan produktif memang memiliki tingkat risiko lebih tinggi dibandingkan dengan pinjaman perorangan.

Hal tersebut membuat lender cenderung lebih memilih membiayai pinjaman konsumtif yang memiliki bunga manfaat lebih tinggi dan tingkat gagal bayar yang lebih rendah.

“Jika kita lihat dari lembaga penerima pembiayaan, Badan Usaha [pasti pembiayaan produktif] mempunyai tingkat risiko yang lebih tinggi dibandingkan dengan pinjaman perorangan. Artinya, lender akan mempunyai perhatian yang tinggi akan gagal bayar yang terjadi di borrower badan usaha. Lender akan memilih borrower perorangan di mana bunga manfaatnya lebih tinggi, gagal bayarnya relatif lebih rendah juga,” kata Huda kepada Bisnis, pada Selasa (11/3/2025).

Huda menyebut, salah satu strategi yang dapat diterapkan untuk meningkatkan penyaluran pendanaan ke sektor produktif adalah dengan meningkatkan kualitas kredit di sektor tersebut.

Pegawai mencari informasi tentang pinjaman online atau pinjol di salah satu perkantoran, Jakarta, Senin (14/8/2023). - Bisnis/Himawan L Nugraha

Dia mengatakan peningkatan kualitas bisa dari sisi credit scoring yang lebih prudent dan lebih kredibel. Menurutnya apabila kualitas penyalurannya bagus, lender akan melirik sektor produktif untuk dibiayai dengan sendirinya. 

Selain itu, Huda menyarankan agar borrower sektor produktif diberikan opsi tambahan berupa asuransi sebagai bagian dari penilaian kredit. Dengan adanya asuransi, lender dapat lebih yakin dalam memberikan pembiayaan.

“Agar lender melihat sektor produktif yang mempunyai asuransi bisa lebih terjamin. Kemudian, penilaian juga harus berbasis analisis sektor ekonomi. Ini harus dijalankan terlebih dahulu sebelum OJK membuka moratorium pendaftaran pinjaman daring produktif,” tambahnya.

Di sisi lain, Vice President (VP) of Public Relations Amartha Harumi Supit menambahkan bahwa teknologi dapat menjadi solusi dalam meningkatkan akurasi penilaian risiko bagi sektor produktif.

Amartha sendiri telah menerapkan kombinasi teknologi berbasis kecerdasan buatan (AI) serta pendampingan langsung oleh tenaga SDM terlatih untuk menjaga kualitas kredit borrower.

“Amartha sebagai perusahaan yang selama ini khusus fokus pada penyaluran modal produktif, menerapkan pendekatan risk profiling dan manajemen risiko yang menggunakan paduan teknologi berbasis AI serta pendampingan di lapangan oleh tenaga SDM yang terlatih. Pendekatan ini sudah terbukti mampu berhasil menjaga kinerja mitra kami yang tersebar di 50.000 pedesaan se-Nusantara,” ujar Harumi.

Dia juga menekankan pentingnya memastikan bahwa pinjaman yang diberikan benar-benar digunakan untuk tujuan produktif.

“Untuk mendorong pembiayaan sektor produktif, di kami dipastikan terlebih dahulu apa tujuan calon mitra dalam melakukan pinjaman, apakah benar untuk melakukan usaha produktif,” tuturnya.

OJK sebelumnya menetapkan bahwa penyaluran pinjaman fintech P2P lending untuk sektor produktif harus mencapai 70% pada 2028. 

Regulator mencatat berbagai upaya terus dilakukan untuk mencapai target tersebut yang diuraikan dalam peta jalan Pengembangan dan Penguatan Industri LPBBTI 2023–2028.  Langkah pertama adalah mendukung adanya relaksasi batas maksimum pembiayaan melalui regulasi. 

Selain itu, optimalisasi program sinergi juga sedang diupayakan untuk mendorong pembiayaan ke luar Pulau Jawa, memperluas jalur distribusi penyaluran pinjaman ke sektor produktif, serta mendukung pembiayaan bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). 

Selain itu, penyesuaian batas maksimum manfaat ekonomi fintech P2P lending per hari juga diharapkan dapat meningkatkan akses keuangan masyarakat yang selama ini belum terlayani oleh industri non-LPBBTI.

Terakhir, tersedianya pendanaan yang berkelanjutan untuk pembiayaan sektor produktif dan UMKM sesuai dengan Roadmap Pengembangan dan Penguatan LPBBTI 2023-2028 diharapkan dapat mendorong peningkatan kinerja keuangan dan efisiensi penyelenggara LPBBTI.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Annisa Sulistyo Rini
Terkini