Bisnis.com, JAKARTA — PT Tugu Reasuransi Indonesia (Tugure) menegaskan strategi investasinya pada 2025 akan lebih berfokus pada instrumen pendapatan tetap, terutama obligasi dan Surat Utang Negara (SUN).
Perusahaan juga berencana mengurangi portofolio investasi di saham dan reksa dana berbasis ekuitas seiring penerapan IFRS 17. Namun demikian, Direktur Keuangan Tugure Dradjat Irwansyah mengungkapkan bahwa pihaknya akan tetap mengutamakan momentum dalam setiap keputusan investasi.
“Strategi 2025-nya kami tetap melanjutkan tadi, prioritas ke pendapatan tetap. Dalam arti di sini obligasi, SUN menjadi salah satu prioritas. Tapi balik lagi tadi, penempatan kami menempatkan sesuai dengan momentum. Pada saat nanti kami sudah merasa ini momentum kami masuk, baru kami ambil. Di sisi yang lain, kami akan mengurangi portofolio yang bersifat equity,” kata Dradjat ditemui usai Media Gathering di Kantor Tugure, Jakarta pada Selasa (18/3/2025).
Dradjat menjelaskan bahwa pengurangan investasi di saham dan reksa dana berbasis ekuitas, seperti ITF, dilakukan sebagai bagian dari persiapan penerapan IFRS 17 pada tahun ini. Menurutnya, perusahaan perlu memiliki strategi yang mempertimbangkan dampak langsung terhadap laba dan rugi.
Pada 2024, Drajat menyebut alokasi saham perusahaan hanya sekitar 4%. Namun, tahun ini, perusahaan akan semakin menguranginya karena volatilitas pasar saham yang tinggi.
Dradjat juga menjelaskan bahwa pada 2024, Tugure banyak mengalokasikan investasinya ke SUN karena harga yang lebih rendah akibat kenaikan suku bunga saat itu.
“Deposito kami itu sebenarnya dari sisi alokasi kami ada penurunan. Kenapa ada penurunan? Karena melakukan relokasi kepada produk portofolio investasi yang lain. Lebih banyak kami kepada SUN. Kenapa pada SUN? Karena momentum waktu itu dengan adanya kenaikan tingkat bunga, SUN-nya waktu itu harganya agak lebih rendah,” katanya.
Alokasi investasi Tugure di SUN meningkat signifikan, mencapai 45% dari total investasi pada 2024. Selain itu, perusahaan juga menerapkan strategi lock rate pada deposito dengan tenor tiga hingga 12 bulan untuk mengantisipasi perubahan suku bunga acuan.
“Dengan begitu pada saat mereka melakukan ada koreksi dari BI terkait dengan suku bunga acuan, kami masih bertahan dengan tingkat bunga yang sama. Jadi itu yang menyebabkan kami bisa bertahan dari sisi pencapaian hasil,” imbuh Dradjat.
Sementara itu, investasi pada obligasi korporasi tidak banyak dilakukan karena sedikitnya pipeline untuk obligasi dengan peringkat minimal double A, sesuai dengan kebijakan konservatif perusahaan. Meski begitu, obligasi korporasi lama tetap memberikan hasil investasi yang menarik.
“Jadi, secara akumulatif kita ada kenaikan 6% dibandingkan tahun lalu. Dan kita di tahun 2025, kita berharap kita lebih baik lagi,” pungkasnya.
Per 31 Desember 2024, premi bruto Tugure mencapai Rp3,29 triliun. Angka tersebut meningkat 12,7% secara tahunan (year on year/YoY) dari sebelumnya Rp2,92 triliun per 31 Desember 2023. Laba bersih perusahaan juga mencapai sebanyak Rp106 miliar yang mana sebelumnya mengalami rugi Rp35 miliar.
Hasil investasi perusahaan mencapai Rp156 miliar yang mana naik 6,12% YoY dari sebelumnya Rp147 miliar.
Ekuitas perusahaan tercatat sebesar Rp1,52 triliun yang mana menguat 5,98% YoY dari sebelumnya Rp1,43 triliun. Di sisi lain, liabilitas yang ditanggung mencapai Rp4,41 triliun yang mana turun 1,3% YoY dari sebelumnya Rp4,47 triliun.
Total aset perusahaan mencapai Rp5,94 triliun yang mana naik 0,45% YoY dari sebelumnya Rp5,91 triliun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel