Bos BPJS Kesehatan Ingatkan Potensi Defisit, Iuran Perlu Naik?

Bisnis.com,20 Mar 2025, 03:48 WIB
Penulis: Pernita Hestin Untari
Karyawati melayani peserta di salah satu kantor cabang BPJS Kesehatan di Jakarta, Selasa (14/6/2022). Bisnis/Suselo Jati

Bisnis.com, JAKARTA — Direktur Utama Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atau BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti mengingatkan bahwa meskipun kondisi keuangan dalam keadaan sehat, potensi defisit tetap ada jika tidak terdapat penyesuaian Iuran BPJS

Dia menjelaskan bahwa berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 53/2018, kondisi keuangan BPJS Kesehatan telah diperbaiki dibandingkan sebelumnya. 

“BPJS Kesehatan itu sekarang dalam keadaan sehat, sehat walafiat,” kata Ghufron usai Konferensi Pers terkait dengan ‘Layanan Program JKN saat Libur Lebaran Tahun 2025’ di Jakarta pada Rabu (19/3/2025). 

Namun demikian, Ghufron mengakui adanya tren peningkatan pemanfaatan layanan (utilisasi) yang menyebabkan biaya per unit layanan (unit cost) meningkat. Ghufron juga menyoroti fenomena inflasi medis yang dapat berdampak pada pembiayaan kesehatan. Dia mengatakan bahwa inflasi medis itu setiap saat terjadi. Namun umumnya inflasi medis itu lebih tinggi daripada inflasi umum. 

“Tetapi di Indonesia sebenarnya tidak sepenuhnya seperti itu. Kalau di luar negeri kan bisa 11%. Inflasi medisnya ya. Inflasi umum mungkin 6%. Indonesia bisa kurang daripada itu,” kata Ghufron

Namun, menurutnya, pendapatan dari iuran peserta yang dikumpulkan oleh BPJS Kesehatan belum sepenuhnya mampu menutupi kenaikan biaya layanan kesehatan. 

“Tapi premi yang kami kumpulkan kurang bisa menutup itu. Jadi suatu ketika kami semua bisa mati [defisit]. Itu harus disadari kalau suatu ketika. Suatu ketika BPJS juga bisa defisit. Tidak sehat. Kalau enggak disesuaikan,” tegasnya.

Ghufron menegaskan bahwa BPJS Kesehatan tidak memiliki kewenangan untuk menentukan atau mengimplementasikan kenaikan iuran. Menurutnya, hal tersebut telah diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 59, dan BPJS Kesehatan masih menunggu keputusan lebih lanjut terkait penyesuaian iuran.

“Sekarang sedang disesuaikan, diatur di dalam Peraturan Presiden 59,” katanya.

BPJS Kesehatan sempat melaporkan adanya actuarial loss ratio atau rasio kerugian aktuaria makin melebar. Kondisi tersebut menunjukan klaim atau biaya manfaat yang dibayarkan badan publik tersebut lebih besar apabila dibandingkan dengan pendapatan premi yang diterima.

Direktur Perencanaan dan Pengembangan BPJS Kesehatan Mahlil Ruby mengatakan rasio kerugian aktuaria sudah mencapai di atas 100%.

“Terjadi death cross pada 2023 kemarin, artinya sejak 2023 antara biaya [yang dikeluarkan] dengan premium [iuran], itu sudah lebih tinggi biaya. Maka actuarial loss ratio yang kita sebut adalah menjadi di atas 100%. Ini makin tinggi terus,” kata Mahlil dalam peluncuran buku tabel morbiditas penduduk Indonesia yang digelar BPJS Kesehatan dan Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas) di Jakarta, Senin (11/11/2024).

Kondisi tersebut, menurut Mahlil, bisa mengancam ketahanan Dana Jaminan Sosial (DJS) BPJS Kesehatan. Dengan ketidaktahanan tersebut, ada potensi defisit karena biaya operasional lebih besar dibandingkan pendapatannya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Wibi Pangestu Pratama
Terkini