Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Hadapi Perang Dagang, RI Harus Kebut RCEP dan IEU-CEPA

Pemerintah diminta memperkuat kerjasama dagang antar negara untuk menghadapi upaya proteksionisme Amerika Serikat terhadap sejumlah produk ekspor ke negara itu.
Alat pengangkut kontainer (Reach Stacker) dioperasikan untuk memindahkan kontainer ke atas truk, di Pelabuhan Cabang Makassar yang dikelola Pelindo IV, Selasa (20/2/2018)./JIBI-Paulus Tandi Bone
Alat pengangkut kontainer (Reach Stacker) dioperasikan untuk memindahkan kontainer ke atas truk, di Pelabuhan Cabang Makassar yang dikelola Pelindo IV, Selasa (20/2/2018)./JIBI-Paulus Tandi Bone

Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah diminta memperkuat kerjasama dagang antar negara untuk menghadapi upaya proteksionisme Amerika Serikat terhadap sejumlah produk ekspor ke negara itu.

Langkah proteksionisme Amerika Serikat (AS) dinilai memberikan gangguan bagi perdagangan dunia di mana sejumlah produk dikenai bea masuk. Contoh saja produk baja dan alumunium yang dipasok ke negara itu dari negara produsen harus merogoh biaya masuk besar berturut-turut 25% dan 15%.

Langkah ini nyatanya membuat China sebagai produsen terbesar baja dan alumunium berang dan mengancam akan melakukan langkah serupa kepada Negeri Paman Sam.

Mari Elka Pangestu Board of Trustees dari Center for Strategic International Studies mengatakan langkah retaliasi yang dilakukan oleh negara seperti China terhadap Amerika Serikat hanya akan memberikan kerugian bagi kedua belah pihak, apalagi jika Indonesia ingin membalas proteksi dagang AS.

“Jika kita tidak bertindak juga akan mengalami kerugian. Makanya lebih baik antar negara saat ini dapat saling memperkuat kerjasama dagang dan hubungan bilateral,” katanya kepada Bisnis.com, Senin (7/5/2018).

Sejumlah kerjasama yang dapat dilakukan seperti penyelesian perundingan Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) yakni anggota negara Asean bersama enam negara lainnya. Selain itu perundingan Indonesia European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (IEU-CEPA) juga menjadi salah satu langkah penting.

Di sisi lain, pihaknya mensinyalir proteksionisme AS terpaksa dilakukan setelah negara itu mengalami penumpukan hutang akibat mengendurkan pengutipan pajak dan kondisi simpanan uang negara berada di bawah investasi yang diperlukan negara itu.

Menteri Perindustrian Airlangga Hartanto menyebut kondisi proteksionisme AS terhadap China setidaknya dapat membuka akses pasar lebih untuk negara lain termasuk Indonesia. Amerika diyakini akan mencari pasar lain untuk mengganti pasokan yang biasa diekspor China.

Namun sebaliknya Indonesia juga harus waspada terhadap produk China yang mencari pasar lain untuk menerima komoditas dari Negara Tirai Bambu.

“Peluangnya tentu ke pasar AS sedikit terbuka tetapi tantangannya produk China bisa membanjiri Indonesia. Tentu kita mencari solusinya dengan langkah yang bisa kita lakukan, misalnya safeguard,” kata Airlangga.

Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia bidang Hubungan Internasional Shinta W Kamdani mengatakan komoditi yang dijadikan fokus perang dagang saat ini tidak banyak yang bisa diambil Indonesia.

China kata Shinta, menaikan bea impor untuk kedelai, daging, wiski, mobil, pesawat dan bahan kimia. Sedangkan AS menaikkan bea impor produk elektronik, industri, dan logam.

Meski demikian langkah yang paling relevan dilakukan guna memanfaatkan kondisi saat ini adalah meningkatkan kapasitas industri dalam negeri dan mulai mengembangkan industri-industri teknologi.

“Namun Indonesia dihadapkan pada kemampuan industri yang belum mampu bersaing mulai dari sisi harga, kualitas, dan banyaknya jenis. Untuk itu RI perlu mendorong investasi, berpartisipasi lebih aktif pada Trade and Investment Framework Agreement yang selama ini sudah berjalan dengan AS, dan membuka pasar melalui FTA yang terukur untuk mendorong partisipasi Indonesia di dalam rantai nilai global,” kata Shinta kepada Bisnis.

Hilangnya pasar AS untuk produk teknologi China membuat negara itu kemungkinan besar akan mengarahkan kepada pasar baru. Indonesia dengan jumlah penduduk yang sangat besar dan tingkat penghasilan mulai meningkat dapat menjadi pasar pengganti AS.

“Trade diversion ini disatu sisi akan membuat kita lebih cepat dapat dalam menyambut era industri 4.0. Untuk itu, mungkin Indonesia perlu melihat dulu ke depannya akan seperti apa,” sebutnya.

 

 

 
 
 
 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Rayful Mudassir
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper