Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Hilangkan Tarif Retaliasi Otomotif, China juga Beli Jagung AS

China kembali mengambil langkah untuk mengurangi tensi dagang dengan AS. Setelah mengonfirmasi bakal menghilangkan tarif retaliasi untuk produk otomotif yang diimpor dari AS, Negeri Panda juga tengah bersiap untuk kembali membeli produk jagung asal Negeri Paman Sam.
Jagung dimasukkan ke truk saat silo kosong di sebuah peternakan di Tiskilwa, Illinois, AS, 6 Juli 2018./Reuters
Jagung dimasukkan ke truk saat silo kosong di sebuah peternakan di Tiskilwa, Illinois, AS, 6 Juli 2018./Reuters

Bisnis.com, JAKARTA—China kembali mengambil langkah untuk mengurangi tensi dagang dengan AS. Setelah mengonfirmasi bakal menghilangkan tarif retaliasi untuk produk otomotif yang diimpor dari AS, Negeri Panda juga tengah bersiap untuk kembali membeli produk jagung asal Negeri Paman Sam.

Kementerian Keuangan China menyampaikan, tarif retaliasi sebesar 25% untuk produk mobil asal AS akan dihapuskan pada 1 Januari 2019.

“China juga mungkin akan membeli sedtidaknya 3 juta metrik ton jagung dari AS,” kata seorang sumber yang mengerti jalannya diskusi, seperti dikutip Bloomberg, Minggu (16/12/2018).

Impor jagung tersebut, kata sumber yang lain, kemungkinan dimulai secepatnya pada Januari seiring dengan pulihnya pembelian kedelai dari AS ke China.

Dia menambahkan, pemerintah juga mempertimbangkan sejumlah opsi untuk menangani retaliasi tarif sebesar 25%yang diberlakukan untuk produk jagung asal AS per Juli silam

Adapun beberapa keputusan tersebut diumumkan dalam tempo dua pekan, setelah Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping menyepakati masa gencatan senjata perang dagang dalam pertemuan di sela-sela KTT G20 di Argentina.

Trump mengklaim dia berhasil memenangkan konsesi dalam perundingan dengan Xi dan mengumumkan bahwa China selaku pasar otomotif terbesar di duna akan mengurangi dan menghilangkan tarif. Kala itu, Beijing tidak langsung mengonfirmasi pengumuman dari Trump tersebut.

Dari sisi AS, Gedung Putih juga secara resmi telah menangguhkan kenaikan tarif untuk produk impor asal China senilai US$200 miliar.

Sebelumnya, tarif impor tersebut akan dinaikkan menjadi 25% dari 10% per 1 Januari 2019.

“Kenaikannya sekarang akan berlaku per 2 Maret 2019,” tulis pernyataan dari Perwakilan Dagang AS (USTR), mengacu kepada akhir periode perundingan 90 hari AS—China.

Kendati kabar baik mulai terdengar mengenai penurunan tensi dagang belakangan ini, keraguan masih menyelemuti prospek masa depan hubungan Washington dan Beijing.

Pasalnya, masih belum jelas akankah China benar-benar ingin menyerahkan rencana-rencana strategisnya untuk menyaingi kekuatan industri AS. Padahal hal tersebut merupakan inti dari pertarungan yang dimulai oleh Trump sejak awal tahun ini.

Selanjutnya, para pejabat utama China bakal bertemu pekan depan dan memutuskan kebijakan ekonomi untuk tahun depan.

Pertemuan tersebut pun dikabarkan bakal merundingkan tentang cara Negeri Panda mempertahankan pertumbuhan yang stabil saat dihadapkan oleh ketidakpastian perang dagang dan perlambatan ekonomi domestik.

Sejauh ini, pengurangan pajak sementara untuk impor otomotif AS sejatinya dilakukan China juga karena penjualan kendaraan di sana telah turun untuk pertama kalinya sejak 28 tahun terakhir. 

Pasalnya, tensi dagang dan perlambatan ekonomi terbukti telah merusak momentum konsumsi di sana.

Bloomberg melaporkan, penjualan mobil di China telah anjlok selama 6 bulan berturut-turut setelah berpuluh-puluh tahun terakhir selalu bertumbuh,

Adapun pemangkasan tarif otomotif dari China tersebut akan menjadikan tarif impor produk otomotif AS sama dengan tarif impor mobil dari negara lain, sebesar 15%.

Perusahaan seperti Tesla Inc. hingga produsen otomotif asal Jerman seperti BMW AG dan Daimler AG pun dipastikan mendapat keuntungan dari pengurangan tarif tersebut.

BMW pun merespons keputusan China pada Sabtu (15/12/2018), bahwa perusahaan telah mengurangi rekomendasi harga ritel untuk produk yang dijual di China dan dirakit di AS.

Sejauh ini, BMW dan Daimler memang menjadi korban terbesar akibat aksi retaliasi tarif antara dua ekonomi terbesar di dunia tersebut, karena merupakan pengirim mobil sport (SUV) terbanyak dari AS ke China.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Dwi Nicken Tari
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper