Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pidato Xi Jinping, Posisi China, dan Krisis yang Tertunda

Siapa pun yang bertaruh bahwa Presiden China Xi Jinping akan bersedia mengalah dalam hal perang dagang dengan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump sebaiknya berpikir ulang.
Presiden China Xi Jinping/Reuters
Presiden China Xi Jinping/Reuters

Bisnis.com, JAKARTA – Siapa pun yang bertaruh bahwa Presiden China Xi Jinping akan bersedia mengalah dalam hal perang dagang dengan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump sebaiknya berpikir ulang.

Dalam pidatonya yang menandai 40 tahun kebijakan “reformasi dan keterbukaan” era pemimpin revolusi China Deng Xiaoping pada Selasa (18/12), Xi Jinping terkesan melontarkan pernyataan tegas kepada AS.

“Tidak ada seorang pun berada dalam posisi untuk mendikte rakyat China atas apa yang seharusnya atau tidak boleh dilakukan,” tegas Xi, seperti dilansir Bloomberg.

“Apa dan bagaimana reformasi harus didasarkan pada tujuan menyeluruh untuk meningkatkan dan mengembangkan sistem sosialis dengan karakteristik China, serta memodernisasi sistem pemerintahan negara dan kapasitas pemerintahan,” lanjutnya.

China ditegaskan tidak akan menebar ancaman bagi negara mana pun, tetapi juga tidak mau dipermainkan. Pernyataan tegas itu utamanya terkesan merujuk pada Amerika Serikat di bawah kepemimpinan Trump, mengingat konflik perang dagang yang telah berlangsung sengit antara kedua negara.

"Kita harus dengan tegas mereformasi apa yang seharusnya dan dapat diubah, kita harus dengan tegas tidak mereformasi apa yang seharusnya tidak dapat diubah,” tambah Xi.

Selama 12 bulan terakhir, Xi Jinping, yang telah berkuasa sejak 2012, mendorong pencabutan batasan waktu jabatan yang diusung Deng Xiaoping hanya untuk menemukan dirinya terkunci dalam perang perdagangan dengan Trump.

Memang, sejauh ini Xi Jinping berhasil mengonsolidasikan lebih banyak kekuatan daripada pemimpin China lainnya dalam satu generasi serta menjaga perlambatan ekonomi negara itu agar terkendali.

Sikap dan pandangannya tentang perdagangan sudah cukup untuk mengamankan masa 'gencatan senjata' pengenaan tarif selama 90 hari dari Trump selama pertemuan mereka di sela-sela KTT G20 di Argentina awal bulan ini.

Pemerintah AS dan China berencana untuk mengadakan pertemuan kembali pada Januari guna menegosiasikan perkembangan 'gencatan senjata', seperti diungkapkan Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin kepada Bloomberg News pada Selasa (19/12).

“Terlepas dari tekanan ekonomi yang signifikan, termasuk perang perdagangan dengan AS, Xi dan tim ekonominya berhasil menghindari perlambatan signifikan atau runtuhnya kepercayaan investor,” kata Jude Blanchette, yang menganalisis politik China di Crumpton Group.

“Namun bagi Xi dan ekonomi China, krisis yang terhindari hanyalah krisis yang tertunda.”

Efek yang dilepaskan oleh reformasi era Deng membantu memunculkan banyak masalah yang dihadapi China saat ini, termasuk tingkat polusi yang parah, utang menggunung, dan meningkatnya tuntutan dari kelas menengah untuk perawatan kesehatan dan layanan lainnya.

Seorang pejabat China mengatakan kepada Bloomberg News bahwa kekhawatiran tentang ekonomi telah menurunkan minat publik dalam memperingati 40 tahun reformasi.

Banyak yang mengkhawatirkan kemunduran sektor swasta karena pemerintah mengarahkan dukungan kebijakan terhadap perusahaan milik negara.

Kebangkitan China juga telah memicu tantangan baru dari AS dan negara berekonomi besar lainnya, yang semakin melihat Negeri Tirai Bambu sebagai pesaing, alih-alih sumber tenaga kerja dan barang yang murah. Kekuatan militer China kemungkinan juga telah memacu peningkatan persenjataan di antara negara-negara tetangganya.

“China telah melangkah masuk ke dalam pusat persaingan global untuk kekayaan, kekuasaan dan kepentingan lainnya,” kata Zhu Feng, dekan Institut Hubungan Internasional di Universitas Nanjing.

“Kini masalah terbesar bagi kebijakan luar negeri China adalah dengan menjadi terlalu high profile. China perlu mengingat bahwa titik ketika ia menjadi kekuatan utama juga adalah ketika negara lain mulai menjadi tangguh.”

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper