Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Harga Biodiesel Februari 2019 Naik Signifikan

Pemerintah telah menetapkan besaran harga indeks pasar (HIP) bahan bakar nabati untuk Februari 2019, HIP biodiesel Rp7.015 per liter dan bioetanol Rp10.235 per liter.
Ilustrasi bahan bakar Biodiesel B20/Reuters-Mike Blake
Ilustrasi bahan bakar Biodiesel B20/Reuters-Mike Blake

Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah telah menetapkan besaran harga indeks pasar (HIP) bahan bakar nabati untuk Februari 2019, HIP biodiesel Rp7.015 per liter dan bioetanol Rp10.235 per liter. Harga biodiesel pada Januari 2019 Rp6.371 per liter.

Harga Indeks Pasar Bahan Bakar Nabati Jenis Biodiesel yang Dicampurkan ke Dalam Bahan Bakar Minyak iniefektif berlaku sejak tanggal 1 Februari 2019.

Besaran Harga Indeks Pasar Bahan Bakar Nabati (HIP BBN) ini untuk dipergunakan dalam pelaksanaan mandatory B20 dan berlaku untuk pencampuran Minyak Solar baik Jenis Bahan Bakar Minyak Tertentu maupun Jenis Bahan Bakar Minyak Umum.


Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik Dan Kerjasama, Agung Pribadi, menjelaskan HIP BBN Biodiesel untuk Februari 2019 ini, meningkat dari bulan sebelumnya dengan selisih sebesar Rp 756 per kilo gram (kg). kenaikan ini lanjut Agung dipicu oleh naiknya harga rata-rata crude palm oil (CPO) Kharisma Pemasaran Bersama (KPB) periode 15 Desember 2018 hingga 14 Januari 2019 yang mencapai Rp6.628 per kg.


Besaran harga HIP BBN untuk jenis Biodiesel tersebut dihitung menggunakan formula HIP = (Rata-rata CPO KPB + 100 USD/ton) x 870 Kg/m3 + Ongkos Angkut, sedangkan untuk jenis Bioethanol menggunakan formula HIP = (Rata-rata tetes tebu KPB periode 3 bulan x 4,125 Kg/L) + 0,25 USD/Liter sehingga didapatkan Rp 10.235 per liter untuk HIP BBN bulan Februari 2019.

"Besaran ongkos angkut pada formula perhitungan harga Biodiesel mengikuti ketentuan dalam Keputusan Menteri ESDM No. 350 K/12/DJE/2018 dan konversi nilai kurs menggunakan referensi rata-rata kurs tengah Bank Indonesia periode 15 Desember 2018 s.d.14 Januari 2019,"katanya melalui keterangan resmi Rabu (23/1/2019).

Pemerintah pun telah menambah titik penyederhanaan penyaluran Fatty Acid Methyl Ester (FAME) menjadi 30 titik lantaran masih terjadi kendala pengadaan penyimpanan terapung (floating storage) di Tuban.

Direktur Bioenergi, Ditjen EBTKE Kementerian ESDM, Andriah Feby Misnah mengatakan Floating storage di Tuban memang masih belum bisa diupayakan fungsional, sehingga penyalurannya akan menggunakan pola lama. Hal ini, lanjut dia, mengakibatkan titik serahnya yang direncanakan 25 titik pada 2019 menjadi 30.

“Tuban sambil menunggu pembersihan ranjau, sementara disupply pola biasa tidak menggunakan floating storage,”katanya kepada Bisnis Senin (21/1/2019).

PT Pertamina (persero) telah mempersiapkan floating storage atau tempat penyimpanan dan pencampuran mengambang untuk fatty acid methyl ester (FAME) di perairan Balikpapan, Kalimatan Timur.

Direktur Logistik, Supply Chain, dan Infrastruktur Pertamina Gandhi Sriwidodo mengatakan sebelumnya juga ada rencana pengadaan floating storage di Tuban, Jawa Timur, hanya saja lokasi itu tidak bisa direalisasikan lantaran tak memperoleh restu dari otoritas pelabuhan terkait kondisi perairan yang kurang baik.

“Saat ini, Kalimantan aja sementara, karena itu paling besar, untuk memasok kebutuhan kalimantan dan sulawesi. Sisanya masing masing. Kayak fame di Wayame, yang buat disana,”katanya.

Menurutnya dengan pengadaan di Kalimantan, maka semua Badan Usaha Bahan Bakar Nabati (BUBBN) yang memiliki alokasi di Balikpapan, dapat dipusatkan ke-wilayah itu.

“Itu kan clustering beberapa lokasi di wilayah timur. Supaya lebih efisien. Daripada mereka kirim ke Somlaki, Poso, Timika kemana-mana, ke Kendari, Baubau, Parepare, Palopo, mending drop situ aja," ujarnya.

Sementara itu, terkait tarif sewa-menyewa kapal untuk tangki terapung atau floating storage pembawa Fatty Acid Methyl Ester (FAME) , Gandhi mengungkapkan belum tercapai kesepakatan, namun karena lokasi pengadaan berkapasitas 2x35.000 kl itu akan segera beroperasional, maka perusahaan akan menalangi pembiayaan terlebih dahulu.

Meski demikian, Gandhi menyebut, masing-masing BUBBN juga akan menanggung biaya sewa, dan bukannya dibiayai sepenuhnya oleh pertamina.

“Biaya pengelolaan kan itu ada cost ya, dibebankan rame rame. Nanti ketemu per liter fame yang disuplai ke situ, akan dikenakan charge berapa rupiah. Mereka kan punya tarif juga beberapa rupiah, tarif angkutan, dari bpdpks, itu dari biaya angkutannya itu ditarik sebagian untuk biaya itu. Jadi mereka tidak rugi, pertamina juga tidak rugi. Ini solusi paling bagus."

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Sepudin Zuhri

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper