Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

"Shifting" Komoditas Ekspor Harus Segera

Defisit neraca perdagangan pada Januari 2019 menjadi peringatan keras bagi Indonesia untuk segera beralih dari ekspor barang berbasis komoditas ke barang yang memiliki nilai tambah.
Aktivitas bongkar muat di terminal peti kemas Pelabuhan Makassar, Sulawesi Selatan, Rabu petang (6/12)./JIBI-Paulus Tandi Bone
Aktivitas bongkar muat di terminal peti kemas Pelabuhan Makassar, Sulawesi Selatan, Rabu petang (6/12)./JIBI-Paulus Tandi Bone

Bisnis.com, JAKARTA -- Defisit neraca perdagangan pada Januari 2019 menjadi peringatan keras bagi Indonesia untuk segera beralih dari ekspor barang berbasis komoditas ke barang yang memiliki nilai tambah. 
 
Ekonom PT Samuel Aset Manajemen Lana Soelistianingsih melihat ekspor barang komoditas berbasis Sumber Daya Alam (SDA) akan cukup berat sepanjang tahun ini. 
 
"Ini kita harus shifting karena sudah emergency," tegasnya kepada Bisnis, Jumat (15/2/2019).
 
Shifting atau peralihan yang dimaksud bukan hanya terkait dengan jenis barang ekspor, tetapi juga market shifting atau peralihan pasar. 
 
Namun, Lana menyadari peralihan ini akan memakan waktu. Meski demikian, peralihan tersebut harus dimulai dari sekarang sehingga dalam 2-3 tahun ke depan hasilnya bisa terlihat. 
 
Selain peralihan jenis barang ekspor dan pasar, dia melihat sektor jasa, terutama pariwisata, dapat memberikan harapan bagi Indonesia di tengah kondisi ketidakpastian saat ini. 
 
"Ekspor jasa ini harus digalakkan dan benar-benar menjadi fokus," ucap Lana.
 
Sayangnya, dukungan untuk sektor jasa belum maksimal. Ketika pemerintah berupaya mengenjot pariwisata, kendala harga tiket pesawat yang mahal menjadi hambatan.

Padahal, dia melihat sektor pariwisata ini sangat mudah dikontrol dibandingkan bergantung pada ekspor komoditas. 

Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan neraca perdagangan Indonesia mengalami defisit US$1,16 miliar pada Januari 2019. Defisit ini disebabkan oleh dari posisi neraca ekspor yang tercatat sebesar US$13,87 miliar atau lebih rendah dibandingkan nilai impor yang mencapai US$15,03 miliar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Hadijah Alaydrus
Editor : Annisa Margrit
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper