Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

LAPORAN  DARI AUSTRALIA : Wacana Pembatasan Tak Pengaruhi Pengiriman Sapi Hidup ke RI

Wacana kebijakan pembatasan ekspor sapi oleh Pemerintah Australia diyakini tidak akan berpengaruh terhadap proses pengiriman sapi ke Indonesia.
Ellen Rodgers, International Business Manager South East Asia, Meat & Livestock Australia (MLA)/Bisnis-Roni Yunianto
Ellen Rodgers, International Business Manager South East Asia, Meat & Livestock Australia (MLA)/Bisnis-Roni Yunianto

Bisnis.com, SYDNEY—Wacana kebijakan pembatasan ekspor sapi oleh Pemerintah Australia diyakini tidak akan berpengaruh terhadap proses pengiriman sapi ke Indonesia.

Ellen Rodgers, International Business Manager South East Asia, Meat & Livestock Australia (MLA), mengatakan industri daging dan ternak sapi Australia akan tetap menjaga komitmen kerja sama dengan para mitra di Indonesia.

Menurut Ellen, Sejauh ini belum ada kebijakan yang mempengaruhi pembatasan pengiriman sapi oleh Pemerintah Australia terhadap pasar di Asia Tenggara kecuali kebijakan yang diterapkan untuk pasar Timur Tengah.

“Pembatasan ke Timur Tengah ini sudah menjadi regulasi dan lebih karena pertimbangan musim panas, sehingga kami menyetop pengiriman ternak hidup demi  keamanan dalam periode cuaca panas tersebut. Jadi ini terkait dengan animal welfare, juga kualitas produk yang masuk suatu negara,” ujarnya kepada Bisnis, di sela-sela rangkaian MLA Media Immersion Trip 27—30 Mei 2019, di Sydney, New South Wales, Australia.

Menurutnya, faktor keamanan hewan ternak perlu mendapat perhatian agar hewan ternak ini bebas dari penyakit dan ini juga berkaitan erat dengan kualitas produk.

Ellen menegaskan sejauh ini tidak ada perubahan apapun terkait pengiriman sapi ternak dari Australia ke Indonesia. “Tidak ada masalah antara [Australia dan Indonesia] terkait animal welfare, dan perdagangan tetap berjalan positif,” ujarnya.

Sebelumnya, seperti dikutip dari laman ABC News, Australia mewacanakan pembatasan ekspor sapi mulai 1 Juni 2019. Australia berencana mengurangi jumlah sapi hidup yang diizinkan diangkut dalam satu kapal dalam sekali pengiriman. Pengurangan jumlah sapi yang dikapalkan dalam satu kali pengangkutan merupakan usulan dari Badan Standardisasi Ekspor Ternak Australia (Australia Standards for the Export of Livestock /ASEL).

Rencana itu mendapatkan kritikan dari para eksportir di Australia. Ketua Dewan Pengekspor Ternak Australia Mark Harvey-Sutton, mengatakan para pelaku industri saat ini masih mencari tahu berapa tambahan biaya akibat rencana aturan tersebut.

Terkait dengan stabilitas harga dan biaya, pasokan dan pengiriman, Ellen menyebutkan bahwa banyak faktor yang bisa mempengaruhinya. “Kami juga punya masalah dengan banjir yang bisa mempengaruhi pasokan sapi ke Indonesia, dan jika tidak ada suplai tentu harga menjadi naik.”

Namun, Ellen meyakini dalam 2 tahun ke depan hal itu tidak terjadi lagi karena masalah lingkungan di Australia tertangani.

MLA, papar dia, memastikan Australia siap membantu industri ternak Indonesia untuk membangun industri ternak dengan baik dan memastikan kebutuhan dagingnya dapat tercukupi.

Data Gabungan Pelaku Usaha Peternakan Sapi Potong Indonesia (Gapuspindo)  impor sapi bakalan dari Australia mencapai 90% dari total impor RI atas produk tersebut. Gapuspindo juga menyatakan pada 2018, total impor sapi hidup setara daging sapi Indonesia mencapai 119.620 ton.

Sementara itu,  saat ini pemerintah telah mengeluarkan izin atas impor 500.000 ekor sapi bakalan yang berlaku selama 1 tahun. Sepanjang Januari—April 2019, realisasi impor mencapai 120.000 ekor.

Berdasarkan data statistik Department of Agriculture and Water Resources (DAWR) Australia, dan Biro Statistik Australia yang diolah MLA, dari sisi volume bobot yang dikapalkan atau shipped weight, Indonesia masih menjadi tujuan ekspor daging sapi terbesar dengan pangsa 44% dan volume 57.000 ton di Asia Tenggara.

Posisi Indonesia diikuti Filipina (28%) dengan volume 37.000 ton, Malaysia (8%) dengan total 11.000 ton, Vietnam (8%) dengan volume 11.000 ton, Thailand dan Singapura masing-masing 5% dengan total 6.000 ton, serta pasar lainnya 1% dengan total 1.000 ton.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Roni Yunianto
Editor : Akhirul Anwar
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper