Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Aduh, Penurunan Harga Minyak Pekan Ini Terburuk Sejak 1991

"Ketidakpastian mengenai apa yang akan terjadi masih menggantung dan membuat pasar tidak stabil," kata Ryan Fitzmaurice, ahli strategi komoditas Rabobank.
Ilustrasi harga minyak mentah turun/Antara
Ilustrasi harga minyak mentah turun/Antara

Bisnis.com, JAKARTA – Anjloknya harga minyak pada pekan ini diyakini sebagai kejatuhan terdalam sejak hampir tiga dekade terakhir akibat kekhawatiran penurunan permintaan bahan bakar global oleh Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak Bumi atau OPEC dan regulator energi di Texas, Amerika Serikat.

Berdasarkan Bloomberg, futures New York juga terpantau jeblok 11 persen, pada Jumat (20/3/2020), sehingga kejatuhan harga minyak minggu ini menyentuh angka 29 persen, terlemah sejak Januari 1991. Penyusutan permintaan sebanyak 10 hingga 20 juta barel per hari dipercaya merupakan akibat dari imbauan otoritas agar warganya berdiam diri di rumah.

Dua dari tiga komisioner di agensi minyak Texas terlihat ragu terhadap rencana mengurangi produksi minyak mentah dalam wilayahnya sebagai upaya menyeimbangkan pasokan global dengan permintaan dan menstabilkan harga.

"Ketidakpastian mengenai apa yang akan terjadi masih menggantung dan membuat pasar tidak stabil," kata Ryan Fitzmaurice, ahli strategi komoditas Rabobank.

Komisioner Kereta Api Texas Ryan Sitton mengatakan pada hari Jumat (20/3/2020), salah satu dari tiga anggota suara komisi OPEC mengusulkan Amerika Serikat untuk berkoordinasi dengan Rusia dan Arab Saudi untuk membatasi pasokan.

"Mengapa pemerintah kita tidak boleh mencoba mengembalikan pendekatan berbasis pasar? Hal ini akan mencegah kehancuran total industri minyak," tulis Sitton dalam kolom opini Bloomberg.

Rencana tersebut diindikasikan akan terjadi dalam waktu dekat mengingat Amerika Serikat sudah mengalami kelebihan pasokan atau oversupply sejak 2016.

Industri batu serpih di Amerika menyatakan pihaknya terjebak di tengah-tengah pertarungan harga minyak antara Arab Saudi dan Rusia. Sektor industri tersebut telah berusaha mengurangi operasi, namun di sisi lain juga terancam bangkut akibat dari gelombang pasar. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper