Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Author

Dewa Gde Satrya

Dosen Hotel & Tourism Business Universitas Ciputra Surabaya

Dewa Gde Satrya adalah Dosen Hotel & Tourism Business, Fakultas Pariwisata, Universitas Ciputra Surabaya. Dia juga dikenal sebagai penulis dengan topik hospitality dan tourism creative.

Lihat artikel saya lainnya

Memulihkan Denyut Pariwisata dengan Ekowisata Desa

Kombinasi wisatawan domestik yang terdiri dari unsur milenial dan wisatawan keluarga dengan pola perjalanan wisata di destinasi ekowisata desa, akan menjadi awal yang baik bagi tumbuhnya habitus baru dalam peradaban wisata di Tanah Air
Data kunjungan wisatawan mancanegara
Data kunjungan wisatawan mancanegara


Tema World Tourism Day pada 27 September 2020 yang ditetapkan United Nation World Tourism Organization adalah Tourism and Rural Development. Ekowisata diramalkan menjadi kegiatan wisata baru yang semakin diminati masyarakat di masa pandemi. Sebagian besar destinasi ekowisata berbasis pedesaan, karena itu patut menjadi perhatian bersama.

Selain ekowisata, kegiatan wisata untuk meningkatkan kesehatan dan wisata alam secara umum juga akan ramai peminat. Pola perjalanan ekowisata memang memungkinkan untuk dilakukan saat ini, mengingat karakter ekowisata yang menjunjung tinggi kelestarian alam serta masyarakat dan budaya lokal, dengan mempertimbangkan kapasitas jumlah pengunjung.

Artinya, ekowisata tidak melulu mengandalkan pada jumlah kunjungan, tetapi mementingkan kedalaman makna dan manfaat dari perjalanan wisata.

Seringkali mass tourism merusak kelestarian alam dan budaya, tetapi tidak dipungkiri kuantitas perjalanan wisata dalam jumlah besar sangatlah dibutuhkan untuk memberikan dampak berganda pada kesejahteraan masyarakat dan pemasukan pajak.

Kali ini, pandemi memungkinkan stakeholder pariwisata untuk benar-benar meningkatkan mutu destinasi wisata, yang tidak sekadar berlomba memikat arus kunjungan wisatawan, tetapi mempertimbangkan sustainability, keamanan dan kenyamanan berwisata.

Ekowisata diawali dari keprihatinan dunia akan rusaknya alam dan terkikisnya budaya lokal. Penduduk di area destinasi sering merasa tersingkir dan hanya menjadi penonton, bahkan merasa dieksploitasi berlebihan seperti yang disuarakan warga adat Baduy.

Pendekatan ekowisata meniscayakan penghormatan terhadap alam dan budaya lokal, dengan segmentasi pengunjung yang jelas, yakni wisatawan eco tourist yang secara sadar dan penuh motivasi, mencari perjalanan untuk menjaga keterhubungan dengan kelestarian alam dan adat. Untuk keperluan perjalanan ekowisata, wisatawan harus mengatur dan mempersiapkan diri dengan kesungguhan hati, waktu, biaya dan tenaga.

Kegiatan seperti mendaki gunung, observasi di taman nasional, kunjungan ke area konservasi alam dan budaya, termasuk produk terkini dalam rupa desa wisata, merupakan beberapa aktivitas ekowisata yang kali ini mendapat peluang untuk tumbuh berkembang.

Di Bali, misalnya, upaya perintisan pengembangan ekowisata mulai dilakukan beberapa pihak antara lain, masyarakat desa pakraman, LSM, atau varian keduanya.

Dua LSM yang aktif mengembangkan ekowisata di Bali yaitu Sua Bali (pendampinan ekowisata Desa Kemenuh, Kabupaten Gianyar) dan Yayasan Wisnu – mendampingi pengembangan ekowisata di Desa Tenganan (Karangasem), Banjar Kiadan, Pelaga (Badung), Desa Ceningan (Klungkung), dan Desa Sibetan (Karangasem).

Transformasi Wisata

Ekowisata memungkinkan pariwisata bertransformasi dari sea, sun, sand menjadi menjadi sustainability, serenity dan spirituality. Dalam konteks sustainable tourism, menurut Evita, Sirtha dan Sunartha (2012: 3), dalam pengembangan pariwisata berkelanjutan harus menghindari pariwisata massal.

Secara ekonomi, meningkatnya jumlah turis memiliki dampak positif terhadap perekonomian suatu negara. Namun sebaliknya berpengaruh negatif pada lingkungan.

Salah satu upaya untuk mengurangi dampak negatif dari pariwisata massal, yaitu pengembangan alternatif yang lebih peduli dengan kelestarian lingkungan dan pariwisata berkelanjutan.

Sustainable tourism memiliki sembilan indikator, yakni economic viability, local prosperity, employment quality, social equity, visitor fulfillment, local control, community wellbeing, cultural richness, physical integrity, biological diversity, resource efficiency, environmental purity.

Selama ini, dalam pemilihan perjalanan wisata tidak banyak orang yang memilih bepergian ke area taman nasional, cagar alam dan tempat lain yang menjadi pusat keanekaragaman hayati. Dengan kata lain, minimnya jumlah pengunjung yang mengakses destinasi yang memiliki keanekaragaman hayati, memiliki relevansi dengan perubahan peradaban post covid-19.

Orang akan mendatangi tempat-tempat yang jarang didatangi orang, yang tidak berada di tengah kerumunan, lebih mencari kesehatan. Pola perjalanan yang berubah ke skala kecil (solo traveler dan famili), prediksi akan dominasi segmen wisatawan dari kalangan milenial, dalam durasi waktu yang singkat dan perjalanan jarak dekat, menumbuhkan harapan akan perjalanan segmen wisata eco tourist di kalangan keluarga dan milenial. Ini strategis bagi internalisasi kecintaan terhadap lingkungan dan budaya di Tanah Air.

Kiranya kombinasi wisatawan domestik yang terdiri dari unsur milenial dan wisatawan keluarga dengan pola perjalanan wisata di destinasi ekowisata desa, akan menjadi awal yang baik bagi tumbuhnya habitus baru dalam peradaban wisata di Tanah Air. Selamat Hari Pariwisata Sedunia 2020.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Dewa Gde Satrya
Editor : Sutarno
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper