Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Setoran Pajak Anjlok, Sri Mulyani Tuding PSBB Sebagai Biang Keladi

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan realisasi penerimaan pajak sebesar Rp750,6 triliun atau terkontraksi nyaris 17 persen dibandingkan realisasi tahun 2019 dipicu oleh PSBB yang diperketat pada minggu ketiga dan keempat September.
Foto aerial kendaraan melintas di kawasan Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta, Minggu (11/10/2020). Pemprov DKI Jakarta memutuskan akan mengurangi kebijakan rem darurat secara bertahap dan akan kembali memasuki Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) masa transisi yang mulai diberlakukan pada 12 - 25 Oktober 2020. ANTARA FOTO/Galih Pradipta
Foto aerial kendaraan melintas di kawasan Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta, Minggu (11/10/2020). Pemprov DKI Jakarta memutuskan akan mengurangi kebijakan rem darurat secara bertahap dan akan kembali memasuki Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) masa transisi yang mulai diberlakukan pada 12 - 25 Oktober 2020. ANTARA FOTO/Galih Pradipta

Bisnis.com, JAKARTA - Tersendatnya roda perekonomian akibat penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) berimbas ke kinerja fiskal pemerintah.

Hal ini tampak dari kinerja penerimaan pajak yang terkontraksi makin dalam. Data Kementerian Keuangan menunjukkan realisasi penerimaan pajak sebesar Rp750,6 triliun atau terkontraksi nyaris 17 persen dibandingkan realisasi tahun 2019 yang mampu tumbuh tipis di angka 0,7 persen.

Hampir semua struktur penopang penerimaan pajak mengalami kontraksi yang cukup signifikan. Sebagai contoh, penerimaan pajak dari sektor manufaktur dan perdagangan masing-masing mengalami kontraksi sebesar 17,16 persen dan 18,4 persen.

Padahal, menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati kedua sektor ini merupakan kontributor paling dominan dalam penerimaan pajak. Bahkan jika penerimaan dua sektor ini digabungkan kontribusinya ke penerimaan pajak lebih dari 50 persen.

"Ini dikarenakan oleh PSBB yang diperketat selama minggu ketiga dan keempat bulan September," ujarnya, Senin (19/10/2020).

Sri Mulyani menambahkan kendati ada kontraksi di penerimaan pajak dan risiko pelebaran outlook defisit APBN, pemerintah masih menggunakan Perppres No.72/2020 sebagai patokan untuk memproyeksikan outlook APBN 2020. Dia juga menekankan bahwa kondisi tersebut sangat ditentukan dengan prospek perekonomian sampai dua bulan ke depan.

Dalam catatan Bisnis, kontraksi penerimaan pajak tahun ini diproyeksikan akan berada di kisaran minus 12 persen - minus 14 persen. Itupun dengan catatan kuartal IV/2020 ada perbaikan ekonomi.

Angka 12 persen - 14 persen ini jauh lebih tinggi dari proyeksi pemerintah yang berada di kisaran 10 persen

Artinya, jika skenario minus 10 persen yang terjadi dan dengan asumsi belanja serta komponen penerimaan di luar pajak sesuai ekpektasi pemerintah, maka defisit anggaran pada 2020 tetap di kisaran 6,34 persen dari produk domestik bruto.

Sebaliknya, jika penerimaan pajak di angka minus 14 persen atau Rp1.146,1 triliun sementara pagu belanja tetap sama di angka Rp2.739,2 triliun & komponen penerimaan seperti PNBP serta bea cukai tetap, defisit pembiayaan APBN 2020 bisa melebar di angka Rp1.093,3 triliun atau -7,2 persen dari PDB

Pembengkakan defisit APBN tentu akan berpengaruh ke pengelolaan fiskal tahun ini maupun tahun-tahun berikutnya. Jika hal ini terjadi, proses recovery fiskal dan proses pemulihan ekonomi akan terkendala.

"Pemberian stimulus di masa pandemi menyebabkan peningkatan defisit dan utang di banyak negara. Hal ini perlu terus diwaspadai agar tidak mengganggu pemulihan ekonomi ke depan," tegas Sri Mulyani.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Edi Suwiknyo
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper