Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Subsidi Sektor Pariwisata Mesti Dihitung Matang, Ini Alasannya

Berdasarkan data terakhir Asita, sebanyak 90 persen dari total 7.000 perusahaan biro perjalanan wisata sudah tutup sementara sejak April 2020 akibat terdampak oleh pandemi Covid-19.
Tamu W Bali Seminyak juga dapat bersantai di akhir pekan dengan menikmati pemandangan sunset dengan alunan musik yang groovy dan asyik dari Andy Chunes (PNNY / NL), Marc Roberts (Pantai People) dan Damian Saint pada 27 Maret 2021. /W Bali
Tamu W Bali Seminyak juga dapat bersantai di akhir pekan dengan menikmati pemandangan sunset dengan alunan musik yang groovy dan asyik dari Andy Chunes (PNNY / NL), Marc Roberts (Pantai People) dan Damian Saint pada 27 Maret 2021. /W Bali

Bisnis.com, JAKARTA – Subsidi industri pariwisata dinilai krusial untuk menyelamatkan pelaku usaha di sektor pariwisata.

Namun, subsidi yang diharapkan tersebut dinilai mestinya bukan berdasarkan pertimbangan yang situasional semata, termasuk Lebaran Idulfitri 2021.

Ketua Umum Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) Didien Djunaedi mengatakan asosiasi-asosiasi perwakilan pelaku usaha pariwisata untuk membuat perhitungan-perhitungan detil terkait dengan kerugian yang dialami oleh pelaku usaha dan subsidi bisa disalurkan untuk jangka menengah.

"Dengan adanya perhitungan-perhitungan yang matang oleh pelaku industri pariwisata, maka setidaknya jika pemerintah akan memberikan subsidi bisa disalurkan untuk kebutuhan jangka menengah hingga akhir 2021," ujarnya, Senin (10/5/2021).

Namun sampai dengan saat ini, sambung Didien, belum ada perhitungan detail terkait dengan kerugian di masing-masing sektor untuk dijadikan landasan bagi pemerintah untuk menghitung besaran subsidi yang seharusnya disalurkan.

Kendati demikian, sejumlah sektor telah membuat perhitungan kasar terkait dengan subisidi yang dibutuhkan.

Sebagai informasi, kebutuhan pinjaman yang diperlukan untuk membantu perusahaan biro perjalanan wisata melakukan pemulihan berkisar antara Rp300 juta hingga Rp2 miliar per perusahaan.

Dengan asumsi satu perusahaan besar di sektor tersebut memiliki total omzet Rp50 miliar dan kebutuhan dana pemulihan Rp500 juta, maka setidaknya diperlukan stimulus sekitar Rp1 triliun khusus untuk biro perjalanan wisata.

Berdasarkan data terakhir Asita, sebanyak 90 persen dari total 7.000 perusahaan biro perjalanan wisata sudah tutup sementara sejak April 2020 akibat terdampak oleh pandemi Covid-19.

Hal tersebut disampaikan oleh Didien terkait dengan adanya kemungkinan besar bahwa pelaku usaha pariwisata akan tetap merugi pada momen Idulfitri 2021. Dia memperkirakan pembukaan destinasi wisata lokal di sejumlah daerah tidak memberikan efek yang signifikan bagi pelaku usaha sektor pariwisata.

Situasi memang tersebut cukup dilematis bagi pelaku industri. Tetapi, Didien menilai baik pelaku usaha hotel dan restoran, biro perjalanan wisata, serta pelaku usaha sektor pariwisata lainnya masih dalam posisi bertahan dan memaksimalkan pergerakan wisatawan nusantara.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper