Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Hindari Pelanggaran, Konsep RUU KUP Diubah Jadi Omnibus Law

Berubahnya konsep Rancangan Undang-Undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP) menjadi UU sapu jagat adalah untuk menghindari adanya pelanggaran hukum.
Petugas melayani pengunjung di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Sawah Besar Satu, Jakarta, Rabu (31/3/2021). Bisnis/Arief Hermawan P
Petugas melayani pengunjung di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Sawah Besar Satu, Jakarta, Rabu (31/3/2021). Bisnis/Arief Hermawan P

Bisnis.com, JAKARTA — Konsep Rancangan Undang-Undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan akan diubah menjadi omnibus law atau regulasi sapu jagat, mengingat rumusan beleid itu akan mengakomodasi, mengubah, dan menganulir sejumlah undang-undang lainnya.

Berdasarkan informasi yang diperoleh Bisnis, perubahan skema dari rancangan undang-undang menjadi omnibus law tinggal lampu hijau dari legislatif di parlemen.

Selain itu, berubahnya konsep Rancangan Undang-Undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP) menjadi UU sapu jagat adalah untuk menghindari adanya pelanggaran hukum.

Pasalnya, substansi yang diakomodasi dan dianulir dalam RUU KUP tersebut tertuang di regulasi lain yang juga setingkat UU. Di antaranya UU No. 36/2008 tentang Perubahan Keempat Atas UU No. 7/1983 tentang Pajak Penghasilan dan UU No. 42/2009 tentang Perubahan Ketiga Atas UU No. 8/1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, serta UU No. 28/2007 tentang Perubahan Ketiga Atas UU No. 6/1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

Berdasarkan informasi yang diterima Bisnis, ada dua alasan yang menyebabkan RUU KUP tidak langsung disusun dalam bentuk omnibus law.

Pertama, terbatasnya waktu penyusunan konsep awal rumusan aturan tersebut. Kedua, menghindari adanya polemik di masyarakat dengan berkaca pada dinamika saat pemerintah menyusun UU No. 11/2020 tentang Cipta Kerja alias Omnibus Law Cipta Kerja.

Inilah yang kemudian menjadi salah satu penyebab belum dibahasnya RUU KUP di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) kendati telah masuk ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2021.

Adapun faktanya, Presiden Joko Widodo telah mengirim surat kepada DPR untuk membahas RUU KUP pada Mei lalu. Secara prosedural, pengiriman surat presiden (Surpres) itu harus ditindaklanjuti melalui Rapat Pimpinan DPR, kemudian dibahas di tingkat Badan Musyawarah (Bamus) DPR.

Sejumlah pejabat di Kementerian Keuangan yang dihubungi Bisnis tidak bersedia memberikan penjelasan lebih lengkap perihal RUU KUP ini, dengan alasan menunggu pembahasan dari DPR.

Sementara itu, sumber Bisnis di parlemen mengatakan bahwa pemerintah belum menginformasikan arah dari RUU KUP ini, apakah akan tetap berbentuk UU atau menjadi regulasi sapu jagat alias omnibus law.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Tegar Arief
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper