Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pemasok Waspadai Penurunan Harga Batu Bara di Awal 2022

Asosiasi Pemasok Batu Bara dan Energi Indonesia (Aspebindo) mewaspadai penurunan harga batu bara di awal tahun, meski komoditas itu masih dihargai tinggi di pasar global.
Aktivitas penambangan batu bara di Tambang Air Laya, Tanjung Enim, Sumatra Selatan, Minggu (3/3/2019)./Bisnis-Felix Jody Kinarwan
Aktivitas penambangan batu bara di Tambang Air Laya, Tanjung Enim, Sumatra Selatan, Minggu (3/3/2019)./Bisnis-Felix Jody Kinarwan

Bisnis.com, JAKARTA – Asosiasi Pemasok Batu Bara dan Energi Indonesia (Aspebindo) mewaspadai penurunan harga batu bara di awal tahun, meski komoditas itu masih dihargai tinggi di pasar global.

Ketua Umum Aspebindo Anggawira menilai bahwa berdasarkan pengalaman sebelumnya, batu bara akan mengalami penurunan harga pada awal tahun 2022. Hal tersebut dipicu oleh sejumlah libur tahun baru dan penurunan permintaan pasar.

“Akan ada flowing down di awal tahun. Ini dampaknya harga akan turun, tapi menurut saya enggak akan terlalu signifikan,” katanya kepada Bisnis, Selasa (9/11/2021).

Seperti diketahui, Bursa ICE Newcastle mencatat harga komoditas batu bara termal untuk kontrak November 2021 mencapai US$163 per metrik ton pada Senin (8/11/2021). Angka itu naik 7,60 poin dari penutupan perdagangan akhir pekan lalu.

Kenaikan paling tinggi terjadi untuk kontrak Desember 2021 dengan peningkatan 10,40 poin menjadi US$164 per metrik ton, atau naik 6,77 persen dibandingkan dengan penutupan sebelumnya, yakni US$153,60 per metrik ton.

Sepanjang 2021, rerata harga komoditas itu mencapai US$147,69 per metrik ton, dengan puncak tertinggi harga komoditas itu tercatat mencapai US$272,50 per metrik ton pada 5 Oktober 2021 lalu.

Berdasarkan penutupan perdagangan kemarin, batu bara termal untuk kontrak Januari 2022 masih terbilang tinggi, yakni US$157,60 per metrik ton. Angka itu naik 9,85 poin dibandingkan dengan penutupan akhir pekan lalu.

Lebih lanjut, Anggawira menyebutkan bahwa harga pada tahun depan juga akan bergantung pada kondisi Covid-19 dan konsolidasi pemanfaatan energi baru terbarukan (EBT).

Covid-19 berpengaruh pada arus perdagangan komoditas itu, sedangkan peningkatan pembangkit listrik tenaga EBT akan mengurangi penggunaan bahan bakar batu bara. Meski demikian, peningkatan kapasitas EBT disebut masih memerlukan waktu.

Selama ini, masih tingginya harga batu bara global salah satunya disebabkan oleh kendala pengantaran dari negara produsen ke negara tujuan. Hambatan itu terlihat dari realisasi ekspor batu bara di Indonesia.

Catatan pemerintah menunjukan bahwa realisasi ekspor batu bara baru menyentuh 247,52 juta ton, atau setara 50,77 persen dari rencana ekspor tahun ini, yakni 487,50 juta ton.

“[Permintaan musim dingin] sampai Desember 2021. Kemungkinan naik tipis [bulan depan], tapi ini sudah tinggi banget karena transportasi sulit,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Rayful Mudassir
Editor : Lili Sunardi
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper