Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Author

Hadi Poernomo

Direktur Jenderal Pajak 2001—2006 dan Ketua BPK 2009—2014

Lihat artikel saya lainnya

Opini: Efektivitas Presidensi G20 & Kinerja Perpajakan

Tujuan utama G20 adalah membuka tembok penghalang akses pertukaran data dan informasi keuangan antarnegara untuk keperluan perpajakan.
Logo Presidensi G20 Indonesia/Kemenlu RI
Logo Presidensi G20 Indonesia/Kemenlu RI

Bisnis.com, JAKARTA - Sejak Desember 2021, Pemerintah Indonesia khususnya Presiden Joko Widodo, mendapat kepercayaan untuk memimpin (presidency) kelompok kerja sama multilateral G20.

Forum ini sangat strategis untuk membahas isu-isu global seperti kesehatan, perubahan iklim, dan stabilitas keuangan. G20 juga berupaya meningkatkan kemampuan kolektif dalam menjamin kesejahteraan masing-masing negara anggota melalui beragam upaya reformasi di bidang perpajakan global (various reform efforts in global taxation).

Berdasarkan laman OECD, sejak pertemuan puncak di London pada 2009, OECD bersama-sama dengan G20 berada di barisan terdepan dalam perang melawan penggelapan pajak, menghentikan kerahasiaan perbankan, dan negara-negara surga pajak, serta membahas penghindaran pajak yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan multinasional. Tujuan utama dari forum ini adalah membuka tembok penghalang akses pertukaran data dan informasi keuangan antarnegara untuk keperluan perpajakan.

Dalam menilai kinerja penerimaan pajak suatu negara, ukuran yang disepakati secara internasional adalah tax to GDP ratio (tax ratio) yaitu rasio penerimaan pajak dibandingkan dengan Produk Domestik Bruto suatu negara. Menurut studi oleh IMF yang dikutip pada laman www.visualcapitalist.com, suatu negara idealnya memiliki tax ratio setidaknya 12 persen agar mengalami pertumbuhan ekonomi yang dipercepat (accelerated economic growth).

Sedangkan ekonom berkebangsaan Inggris, Nicholas Kaldor, dikutip dalam tulisan Bird, Martinez-Vazquez, dan Torgler (2004) menyatakan negara sedang berkembang yang ingin menjadi negara maju (developed) harus mengumpulkan tax ratio 25 persen—30 persen.

Berdasarkan penelusuran penulis, tax ratio beberapa negara anggota G20 antara lain China 22,1 persen pada 2019, India 12 persen pada 2018, dan Saudi Arabia 7,4 persen pada 2019. Sedangkan tax ratio Indonesia pada 2019 menurut OECD adalah sebesar 11,6 persen.

Merujuk pada pencapaian tax ratio sebagian besar negara anggota G20 yang relatif tinggi dan kemajuan dalam kerja sama perpajakan internasional yang telah dicapai, penulis berpendapat bahwa Indonesia semestinya dapat memanfaatkan momentum keanggotaan G20 untuk meningkatkan kinerja penerimaan pajak.

Berdasarkan pengamatan dan analisis yang telah penulis lakukan, terdapat beberapa hal yang dapat menjadi bahan masukan dan evaluasi untuk kembali ke khitah peningkatan tax ratio sebagai indikator kinerja penerimaan pajak.

Pertama, peraturan perundang-undangan di Tanah Air sebetulnya sudah memberikan payung hukum memadai bagi otoritas pajak negeri ini dalam hal pengumpulan data termasuk upaya untuk pembentukan atau pembangunan bank data perpajakan nasional. Hingga kini, otoritas pajak memiliki setidaknya 16 UU yang menjadi payung hukum bagi pengumpulan data perpajakan nasional.

Ketika penulis memimpin instansi otoritas pajak pada 2001, upaya-upaya untuk merintis pembangunan atau pembentukan bank data perpajakan nasional sudah mulai dirintis. Hasil nyata dari upaya tersebut dapat dilihat dari pencapaian tax ratio yang tinggi dan menunjukkan tren yang meningkat.

Membandingkan dengan kondisi saat ini, di mana payung hukum tentang pengumpulan data (nasional) ditambah dengan akses pertukaran data dan informasi keuangan secara internasional, tentunya akan menjadi suatu kekuatan yang luar biasa bagi otoritas pajak dalam meningkatkan penerimaan pajak yang diwujudkan melalui peningkatan tax ratio.

Kedua, keberadaan payung hukum sebagaimana diuraikan pada butir pertama, hingga saat ini belum diimplementasikan secara seutuhnya dan konsisten (taat asas). Hal tersebut dapat dilihat dari peraturan pelaksanaan atas UU yang diduga tidak konsisten sehingga penerapan UU a quo tidak mencapai tujuan yang diharapkan.

Salah satunya dapat dilihat dari (dugaan) belum terbentuknya bank data nasional perpajakan yang andal menyebabkan otoritas pajak mengalami kendala dalam melakukan pengawasan terhadap kepatuhan sukarela wajib pajak.

Ketiga, sudah seharusnya otoritas pajak kembali menggunakan indikator tax ratio sebagai indikator utama kinerja penerimaan pajak terutama ketika membandingkan kinerja dengan negara-negara lain. Kemudian perlu dilakukan evaluasi atas faktor-faktor yang disinyalir berkontribusi terhadap tidak tercapainya tax ratio yang diharapkan.

Salah satunya melalui evaluasi atas peraturan pelaksanaan UU yang terkait dengan pengumpulan data serta pembentukan bank data perpajakan nasional khususnya terkait peraturan pelaksanaan yang tidak konsisten dengan UU di atasnya.

Pelaksanaan UU tentang pengumpulan data dan pembentukan bank data perpajakan nasional serta implementasi pertukaran informasi data keuangan melalui mekanisme kerja sama multilateral (dalam hal ini melalui G20) akan menciptakan infrastruktur data perpajakan nasional yang sangat andal.

Sebagai penutup, penulis berpendapat bahwa dalam perspektif forum G20, Indonesia dapat memainkan peran yang lebih progresif baik untuk kepentingan nasional terkait peningkatan kinerja perpajakan antara lain sebagai berikut:

Pertama, memastikan setiap negara menerapkan komitmen keterbukaan akses informasi secara konsisten khususnya bagi kepentingan otoritas perpajakan nasional. Kedua, melalui forum G20, Indonesia dapat belajar lebih banyak kepada negara-negara yang memiliki bank data perpajakan yang sudah maju untuk kemudian mengimplementasikannya di dalam negeri.

Dan yang terakhir, secara aktif dan progresif memanfaatkan akses keterbukaan data dan informasi untuk pembangunan atau pembentukan bank data nasional yang akan bermanfaat bagi peningkatan kinerja perpajakan nasional.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Hadi Poernomo
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper