Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Asosiasi Industri Tembakau Minta Cukai Tak Naik 2023 dan 2024, Bisa Ada PHK Massal

Gaprindo memandang kenaikan cukai rokok bakal mempersulit masyarakat dan produsen di tengah sejumlah sentimen negatif saat ini.
Ilustrasi rokok. /Freepik
Ilustrasi rokok. /Freepik

Bisnis.com, JAKARTA - Pelaku industri hasil tembakau (IHT) di tanah air, yang tergabung dalam berbagai organisasi meminta pemerintah meninjau kembali kebijakan kenaikan cukai rokok pada 2023 dan 2024 yang rata-rata lebih dari 10 persen, karena dapat berdampak terhadap pemutusan hubungan kerja (PHK) para karyawan.

Ketua Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo) Benny Wahyudi menjelaskan kenaikan cukai rokok bakal mempersulit masyarakat dan produsen di tengah sejumlah sentimen negatif saat ini.

Kondisi ekonomi masyarakat masih sangat berat sebagai dampak dari kenaikan bahan bakar minyak (BBM), dan pendemi Covid- 19 yang belum reda.

Selain itu, ekonomi dunia juga tengah mengalami resesi akibat situasi geopolitik global yang terus memanas. Sementara masa depan perekonomian di tanah air dan dunia juga masih dilanda ketidakpastian.

"Dalam situasi seperti ini, harusnya ada kelonggaran dari pemerintah, bukan justru semakin dipersulit dengan kenaikan cukai sebesar 10 persen lebih. Sekiranya pemerintah sedang membutuhkan dana pembangunan, sehingga harus menaikan cukai, maka kenaikannya tidak lebih dari 7 persen," terangnya dalam keterangan pers, Sabtu (26/11/2022).

Selain itu, kenaikan cukai juga harus diikuti pemberantasan rokok illegal. Menurutnya, saat ini situasinya berat dengan adanya berbagai kenaikan biaya di industri.

Situasi ini sangat berbeda dari yang normal, jadi situasinya sangat tidak normal. Pandemi pun belum selesai, masih ada saja kasus baru terinfeksi Covid-19 yang jumlahnya mencapai 6.000--7.000 kasus.

"Saya benar-benar tidak tahu, apakah memang IHT ini sudah tidak diperhatikan? Yang jelas, kalau tidak diperhatikan, kontribusi IHT kepada perekonomian atau penerimaan negara itu kan lebih dari 10 persen. Cukainya saja tahun ini diperkirakan lebih dari Rp200 triliun,” tegasnya.

Ketua Umum Gaprindo ini membantah juga pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani yang menyebutkan kenaikan cukai rokok dua tahun ke depan secara berturut-turut tidak akan berakibat pada pemutusan hubungan kerja (PHK) karyawan di lingkungan IHT.

Menurutnya, kemungkinan pengurangan pegawai atau PHK akibat kenaikan cukai rokok di dua tahun berturut turut tidak tertutup dilakukan IHT.

“Pengurangan pegawai mungkin saja bisa terjadi, namanya juga efisiensi, karena pastinya pendapatan menurun, pasti akan ada efisiensi. Seberapa besar dan di level mana saya juga kurang paham. Tapi yang jelas kalau pengurangan itu bisa saja, misalnya mengurangi shift kerja dari 3 shift menjadi 2 shift, karena memang yang dijual tidak ada,” paparnya.

Menurutnya, pihak produsen rokok juga tidak ingin terjadi PHK karyawan atau pegawai, sebab industri rokok juga sangat bergantung pada pegawai. Namun, tak ada pilihan lain, jika pemerintah terus menaikan cukai rokok yang membuat harga rokok jauh lebih mahal dan pembelian rokok oleh masyarakat semakin berkurang, pihaknya harus melakukan PHK.

“Makanya kita berupaya agar masih bisa bertahan. Kita pasti akan melakukan penghematan-penghematan, misalnya mengurangi shift, mencari penjualan lain seperti ekspor. Meski hal ini tidaklah mudah karena negara tujuan ekspor juga menerapkan pembatasan terhadap IHT ini,” ujar Benny.

Selain pengurangan pegawai, pihak industri rokok juga dipastikan akan mengurangi pembelian tembakau dari para petani di tanah air. Hal ini karena pihak produsen rokok juga mengurangi produksi rokoknya.

Pengurangan produksi rokok disebabkan, menurunnya penjualan rokok. Penjualan rokok menurun karena harganya meningkat sebagai dampak cukai yang dikenakan pemerintah semakin tinggi.

“Otomatis pembelian bahan baku tembakau dari petani juga jadi berkurang, karena rokok yang dijual juga kurang. Berapa persen besar penurunan pembelian bahan baku ini biasanya besarnya proporsional dengan produksinya. Kalau kita rata-ratakan penurunan dari tahun 2017 sampai tahun 2022 minus terus 9,79 persen. Kira-kira seperti itulah penurunannya,” papar Benny.

Agar tidak terjadi pengurangan pegawai dan pembelian tembakau dari para petani, pelaku IHT berharap pemerintah memberikan kemudahan sekaligus memfasilitasi program dan proses ekspor produk rokok tanah air ke berbagai negara. Dengan begitu, ekspor industri hasil tembakau di tanah air masih bisa bertahan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper