Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Duh! Perang Rusia vs Ukraina Bikin Ekonomi Global Anjlok 2 Persen

Perang Rusia-Ukraina dapat menyebabkan PDB atau ekonomi global turun hingga 2 persen pada 2025.
Ilustrasi resesi ekonomi global 2023/Freepik
Ilustrasi resesi ekonomi global 2023/Freepik

Bisnis.com, JAKARTA - Perang Rusia vs Ukraina dapat menyebabkan produk domestik (PDB) atau ekonomi global turun 2 persen lebih rendah pada 2025. Data ini lebih rendah jika dibandingkan dengan prediksi tahun lalu.

Dilansir dari Bloomberg pada Senin (30/1/2023), Ekonom Perusahaan minyak British Petroleum atau BP Plc. memprediksi perang Rusia vs Ukraina yang terus berlanjut ini  juga akan mempercepat pergeseran dari minyak dan gas.

Pasalnya, banyak negara di dunia mengutamakan energi terbarukan sebagai cara untuk meningkatkan pasokan dan mengurangi emisi karbon.

Perusahaan minyak British Petroleum (BP) menilai adanya penurunan permintaan bahan bakar fosil secara drastis pada 2035, hal ini dibandingkan dengan analisis yang dilakukan sebelum invasi tahun lalu. 

"Negara-negara berusaha meningkatkan akses ke energi yang diproduksi di dalam negeri, kemungkinan sebagian besar berasal dari energi terbarukan dan bahan bakar non-fosil lainnya," kata kepala ekonom BP Spencer Dale. 

Oleh karena itu, BP mengambil kesimpulan bahwa emisi juga bisa lebih rendah dari proyeksi sebelumnya. Perusahaan minyak asal Inggris ini memiliki tiga skenario potensial yang berbeda untuk aksi cepat guna mengurangi emosi karbon. 

Prospek energi tahunan dalam skenario BP paling konservatif dengan mengutamakan iklim, yakni permintaan minyak global masih akan berada di kisaran 73 juta barel per hari pada  2050, turun 25 persen dari 2019. Untuk mencapai emisi karbon nol pada tahun tersebut, BP memperkirakan permintaan minyak harus kurang dari sepertiga dari jumlah itu. 

BP mengungkapkan dunia akan bergantung pada Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) untuk pangsa pasokan minyak yang semakin besar, mulai 45-65 persen pada 2050. OPEC akan terbukti kuat karena memiliki biaya yang lebih rendah daripada produsen saingannya seperti Amerika Serikat (AS)

"Anggaran karbon hampir habis. Meskipun ada peningkatan yang nyata dalam ambisi pemerintah, emisi CO2 telah meningkat setiap tahun sejak COP Paris pada 2015," jelasnya.

Menurutnya, semakin lama penundaan untuk mengurangi emisi berkelanjut, semakin besar pula biaya ekonomi dan sosial yang akan ditimbulkan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper