Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Bayar Non Tunai, Gaya Hidup Milenial

Praktis dan cepat, itulah gaya hidup yang dipilih generasi milenial. Mau belanja, mau jalan-jalan beli tiket transportasi cukup dengan satu kali gesek atau satu kali klik, semua transaksi pun beres. Tampaknya, makin jarang milenial membawa uang tunai.
Pengendara melakukan transaksi pembayaran tol non-tunai di gerbang tol Pejompongan, Jakarta, Selasa (12/9)./ANTARA-Rivan Awal Lingga
Pengendara melakukan transaksi pembayaran tol non-tunai di gerbang tol Pejompongan, Jakarta, Selasa (12/9)./ANTARA-Rivan Awal Lingga

Bisnis.com, JAKARTA--Praktis dan cepat, itulah gaya hidup yang dipilih generasi milenial. Mau belanja, mau jalan-jalan beli tiket transportasi cukup dengan satu kali gesek atau satu kali klik, semua transaksi pun beres. Tampaknya, makin jarang milenial membawa uang tunai.

Didukung lagi transaksi pembayaran juga banyak yang sudah menggunakan metode uang elektronik. Lihat saja seperti kereta commuterline, bus transjakarta, dan gerbang toll otomatis (GTO) harus meggunakan pembayaran melalui kartu.

Kalau sudah seperti ini, susah mengelak dari modernisasi seiring dengan semakin canggihnya teknologi. Pola transaksi anak “zaman now” pun tidak bisa dihindari.

Berdasarkan riset yang dilakukan oleh perusahaan penerbit konten digital Brilio.net dan JakPat Mobile Survey, faktanya mayoritas milenial Indonesia yakni sebesar 59%, khususnya kelas menengah ke atas lebih menyukai transaksi non tunai.

Lebih ditelaah lagi, ternyata Kartu debit menjadi alat pembayaran non tunai yang paling disukai milenial sebesar 50%, diikuti uang elektronik sebesar 33% dan kartu kredit 17%. Riset tersebut dilakukan terhadap 1.020 milenial berusia 21-37 tahun pada 34 kota besar di Indonesia.

Sementara dilihat dari penggunaan kartu kredit, mayoritas pengeluaran kartu kredit milenial tersalurkan untuk produk elektronik sebanyak 27%, makanan da minuman 25%, menyususl pembayaran perjalaan wisata sebesar23%, dan pembelia produk fesyen sebesar 15%. Berdasarkan hasil riset tersebut menunjukkan bagaimaa gadget, liburan, nongkrong, dan juga fesye menjadi esensi dalam gaya hidup milenial.

Joe Wadakethalakal, CEO & Co-Founder Brilio.net mengharapkan infrastruktur pembayaran dan sumber daya manusia yang ada dapat mendukung perilaku transaksi non tunai. “Hal ini juga akan mendukung target pemerintah untuk membentuk masyarakat yang lebih aktif menggunakan transaksi nontunai (less-cash society),” ungkap Joe.

Peralihan transaksi tersebut juga tak lain merupakan campur tangan aturan Bank Indonesia mengenai uang elektronik di 2009 silam. Untuk mendukung transaksi uang elektronik, lima tahun kemudian, Bank Indonesia mencanangkan Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT).

Usut punya usut, keputusan tersebut bukanlah rencana yang mendadak, melainkan untuk mencapai Masyarakat Digital pada 2020 melalui program Go Digital Vision 2020. Bahkan sistem tersebut juga telah jauh-jauh hari dilakukan oleh negara maju seperti Perancis, Kanada, Inggris, dan Swedia. Sedangkan di benua Asia seperti Tiongkok.

Sementara itu, Budi Rahardjo, Perencanaan Keuangan OneShildt menuturkan terjadinya perubahan cara pembayaran non tunai adalah hal yang lumrah karena perkembangan teknologi.

Sah-sah saja memilih pembayaran tunai dengan tawaran kemudahan dan kecepatan. Belum lagi banyak tawara menarik yang disodorkan oleh berbagai penyedia layanan non tunai baik dalam bentuk kartu prabayar atau aplikasi. “Konsumen diuntungkan dengan adanya merchants yang bekerjasama dan diskon-diskon yang diberikan,” ujarnya.

Tak ada yang sempurna, tentu pembayaran non tunai memiliki kelemahan. Seseorag mungkin lebih mudah terdorong untuk lebih konsumtif dengan pembayaran non tunai, bahkan hanya membuka gawainya, buka aplikasi pembayaran, satu klik, transaksi selesai.

Bahkan bisa saja, seseorang mengeluarkan uang tanpa sadar. Kurang monitoring transaksi yang dikeluarkan bisa jadi boomerang. Tahu-tahu uang habis. Terlebih lagi, pembayaran non tunai memiliki risiko tinggi lantaran rentan untuk diretas melalui teknologi yang canggih.

“Selain itu, uang akan terpecah-pecah ke berbagai bentuk wadah yang terkadang belum tentu dimanfaatkan. Misalnya saja e-money, e-wallet, dan beberapa uang elektronik lainnya yang tidak memungkinkan dikonversika ke dalam pecahan uang tunai,”.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Sutarno

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper