Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Memimpikan Asuransi Jadi Gaya Hidup

Bagaimanapun, asuransi adalah bisnis sehingga membutuhkan regulasi.
Karyawan beraktivitas di dekat logo asuransi jiwa di gedung Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI), Jakarta, Selasa (2/7/2019)./Bisnis-Himawan L Nugraha
Karyawan beraktivitas di dekat logo asuransi jiwa di gedung Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI), Jakarta, Selasa (2/7/2019)./Bisnis-Himawan L Nugraha

Ketua Umum Dewan Asuransi Indonesia (DAI) Dadang Sukresna bermimpi asuransi menjadi gaya hidup. Dia mengibaratkan asuransi sebagai ban serep yang tetap dibawa ke mana-mana meskipun mobil dalam keadaan baik-baik saja.

“Jadi orang itu bukan menganggap asuransi sebagai expenses , tetapi memang dia itu ada benefit,” ujarnya kepada Bisnis.

Dia juga memberikan contoh bahwa di beberapa negara, misalnya China, pertanggungan tidak hanya digencarkan oleh perusahaan asuransi, tetapi juga oleh komunitas karena sudah menjadi life style. Milenial menjadi penggerak utama dengan prinsip gotong-royong.

“Misalnya komunitas games atau komunitas nonton bioskop. Mereka kumpulkan uang, nanti kalau ada apa-apa, ini dipakai. Mereka akan menentukan si ini dikasih apa enggak. Kalau ada sisa, ya sudah dikembalikan ke masing-masing. Itu sudah mulai dan di Indonesia sepertinya juga akan muncul seperti itu,” jelas Dadang.

Dadang mengingatkan agar kemungkinan itu diantisipasi. Bagaimanapun, ujarnya, asuransi adalah bisnis sehingga membutuhkan regulasi. Lagi pula, jasa keuangan adalah highly regulated industri sehingga jika tidak diatur, akan berdampak terhadap masyarakat. DAI berharap regulator dapat mengantisipasi kemungkinan itu.

"Jadi, regulator pun juga berpikir milenial, bukan kolonial, konvensional, konservatif, karena regulasi harus inovatif juga,” ujarnya.

Dadang memaparkan struktur pasar asuransi nasional yang masih didominasi oleh korporasi. Pangsa pasar perorangan masih kecil. Namun untuk korporasi, hampir 100% perusahaan sudah diasuransikan sebagai bagian dari mitigasi risiko.

Di antara korporasi dan perorangan, lanjut Dadang, terdapat usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang hingga kini penetrasi ke sektor itu masih rendah.

“Masih rendahnya mungkin bukan karena usaha kami yang kurang. Mungkin kami usahanya sudah maksimum, cuma mereka menganggap bahwa itu belum menjadi kebutuhan mereka. Toh mereka bilang, ya usaha saya kecil-kecil begini enggak masalah," ungkapnya.

Namun, sambung Dadang, gempa di Palu, Sulawesi Tengah, mengentak kesadaran UMKM. Ketika fisik usaha lenyap dari muka bumi, mereka masyarakat kehilangan segalanya. Saat itu menjadi titik balik kesadaran akan pentingnya asuransi untuk melindungi usaha.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Hendra Wibawa
Sumber : Bisnis Indonesia

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper