Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rupiah Kembali Terpuruk, BI: Ini Pemicunya!

Menurut BI, pelemahan rupiah dipengaruhi isu domestik. Isu tersebut a.l. gelombang kedua pandemi Covid-19, termasuk juga isu DPR terkait burden sharing, dan isu lainnya.
Karyawati menunjukan uang Rupiah dan dolar AS di salah satu gerai penukaran mata uang asing di Jakarta, Minggu (7/6/2020). Bisnis/Arief Hermawan P
Karyawati menunjukan uang Rupiah dan dolar AS di salah satu gerai penukaran mata uang asing di Jakarta, Minggu (7/6/2020). Bisnis/Arief Hermawan P

Bisnis.com, JAKARTA - Bank Indonesia mengakui bahwa stabilisasi nilai tukar rupiah memang masih menjadi tantangan saat ini.

Hal tersebut diungkapkan dalam menanggapi nilai tukar rupiah kembali melemah dalam beberapa hari terakhir. Rupiah masih melanjutkan pelemahannya pada perdagangan hari ini, Jumat (3/7/2020). 

Nilai tukar rupiah di pasar spot terpantau melemah 180 poin atau 1,25 persen ke level Rp14.557 per dolar AS pada pukul 11:00 WIB.

Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Dody Budi Waluyo mengatakan dalam 3 hari terakhir, kondisi global relatif stabil. Namun, nilai tukar rupiah menjadi salah satu mata uang yang terpuruk di regional.

Menurut Dody, pemicunya karena masalah domestik, yaitu isu gelombang kedua pandemi Covid-19, termasuk juga isu DPR terkait burden sharing, dan isu lainnya.

Dody menyampaikan, nilai tukar rupiah memang tidak mudah dikelola karena berhadapan dengan ekpektasi dan confidence di pasar.

"Ini berakibat rupiah pagi ini tertekan. Jadi ini menunjukkan upaya stabilitas nilai tukar harus dilakukan secara tepat oleh BI," katanya dalam webinar LPPI, Jumat (3/7/2020).

Dody menyampaikan, aliran portofolio asing ke SBN mulai masuk dalam beberapa hari terakhir. Namun kondisi ini bisa berbalik jika kepercayaan investor asing menurun.

BI memperkirakan nilai tukar rupiah akan berada pada kisaran 14.000-14.600 di akhir tahun 2020. Doddy menambahkan, nilai tukar rupiah memang masih masih undervalue.

Namun, dia yakin rupiah akan kembal menguat dengan inflasi dan CAD yang diperkirakan rendah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Maria Elena
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper