Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Author

Kocu Andre Hutagalung

Presdir PT Reasuransi Indonesia Utama

Kocu Andre Hutagalung adalah Presiden Direktur PT Reasuransi Indonesia Utama (Persero). Alumni Jurusan Fisika Universitas Indonesia ini meraih gelar S-2 dari Universitas Indonesia bidang Material Science. Dia menempuh pendidikan asuransi di London Metropolitan University di tahun 2004 dan memperoleh gelar ACII dari Chartered Insurance Institute (CII).

Lihat artikel saya lainnya

Membentuk Pasar Asuransi Umum yang lebih Rasional

Di Indonesia, perilaku akseptasi mereka terasa jelas yaitu sangat pemilih dan lebih suka memberi dukungan reasuransi secara nonproporsional yang memang lebih efisien dalam penggunaan kapital. Mereka menghitung dengan rinci besar return on equity (RoE) untuk setiap unit modal yang digunakan.
Karyawan beraktifitas di dekat deretan logo-logo perusahaan asuransi di Kantor Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) di Jakarta, Selasa (22/9/2020). Bisnis/Himawan L Nugraha
Karyawan beraktifitas di dekat deretan logo-logo perusahaan asuransi di Kantor Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) di Jakarta, Selasa (22/9/2020). Bisnis/Himawan L Nugraha

Langsung saja ke pokok permasalahan. Apakah ada langkah-langkah kuat dan langsung untuk menciptakan industri asuransi umum yang lebih sehat? Lakukan tiga langkah berikut ini. Perbaiki pengaturan tentang underlying retention (UR), tetapkan panduan pembentukan cadangan teknis, dan perkuat sektor reasuransi nasional.

Tidak ada pasar yang sehat sempurna. Diskusi yang muncul lebih pada apakah jauh atau dekat saja dari harapan tersebut. Ketiganya adalah tindakan yang sangat mendasar tetapi dapat dibawa ke tingkat praktis. Akan berdampak karena berhubungan dengan cara perusahaan membangun skenario-skenario klaim yang akan dihadapi.

Usaha apapun untuk memperbaiki industri akan sia-sia apabila tidak menyentuh risiko bagian sendiri perusahaan. Sesuai namanya, UR, maksudnya adalah bagian risiko sendiri yang sudah bersih dari proteksi reasuransi. POJK No. 14/POJK.05/2014 mengatur dengan jelas bahwa retensi sendiri adalah proporsi dari modal sendiri.

Hal yang menjadi persoalan adalah pengertian di pasar tentang kapan ketentuan pada POJK di atas digunakan. Sebagian pasar mengatakan bahwa regulasi di atas hanya berlaku untuk risiko-risiko yang masuk ke dalam Treaty.

Bila dibaca dengan teliti, POJK tersebut mengatakan bahwa perusahaan asuransi harus memiliki retensi sendiri minimum untuk setiap risiko. Bukan hanya untuk setiap risiko yang program reasuransinya adalah Treaty. Akibat pengertian yang berkembang di atas, perusahaan asuransi dapat menetapkan retensi yang lebih kecil. Perusahaan, dalam hal penempatan fakultatif, kerap lebih suka mendapatkan keuntungan lewat selisih harga dan komisi yang diperoleh dari penempatan reasuransi.

Apakah pengertian di market di atas salah? Belum tentu juga. Namun, apakah saat ini ada regulasi yang mengatur risiko sendiri untuk penempatan secara fakultatif? Dengan porsi risiko yang direasuransikan secara fakultatif dapat mencapai 40% dari risiko-risiko komersial dan industrial, pengertian di atas jelas akan memengaruhi perilaku akseptasi industri secara signifikan.

Bila regulator masih ingin menggunakan regulasi ini, pengaturan yang lebih ekplisit diperlukan atau seperti di banyak negara lain besarnya retensi ini diletakkan saja di dalam domain manajemen risiko masing-masing perusahaan.

Selanjutnya adalah cadangan teknis. Cadangan teknis terdiri dari cadangan premi, cadangan klaim dan cadangan Incurred But Not Reported. Pola perhitungan cadangan teknis modern sangat kuantitatif tetapi perlu dibenahi agar penggunaan metode kuantitatif justru tidak digunakan sebagai pembenaran.

Cadangan teknis dibentuk oleh perusahaan. SEOJK No. 27/ SEOJK.05/2017 memberikan panduan bahwa kuantitas data yang dipakai harus memadai dan menggunakan metode yang berlaku umum. Namun, karena bersifat arbitrasi maka proses pembentukan cadangan sangat mudah untuk disusupi.

Metode kuantitatif menggunakan banyak asumsi. Semakin rendah kualitas data, kian banyak asumsi yang digunakan. Siapa dan bagaimana menilai penggunaan sebuah metode, asumsi dan konsistensinya? Keberadaan sebuah panduan menjadi sangat mendesak. Dengan panduan ini subjektifitas yang dapat menguasai penetapan asumsi dan metode dapat diminimalkan.

Hal yang terbaik dari keberadaan sebuah panduan adalah pemangku kepentingan kemudian memiliki alat untuk menilai apakah besar cadangan yang dibentuk oleh perusahaan masuk akal atau tidak.

Langkah ketiga adalah penguatan reasuransi nasional. Bervariasi dari waktu ke waktu tetapi dapat dikatakan 60%-70% premi asuransi umum (motor dikeluarkan) akan direasuransikan. Alhasil regulasi apapun di tingkat primary tidak akan efektif bila tidak ada pengaturan di tingkat reasuransi.

Perusahaan reasuransi global beroperasi dengan standar manajemen risiko yang tinggi. Selain diawasi sangat ketat oleh regulator, mereka juga harus memuaskan lembaga pemeringkat untuk mempertahankan rating yang baik.

Di Indonesia, perilaku akseptasi mereka terasa jelas yaitu sangat pemilih dan lebih suka memberi dukungan reasuransi secara nonproporsional yang memang lebih efisien dalam penggunaan kapital. Mereka menghitung dengan rinci besar return on equity (RoE) untuk setiap unit modal yang digunakan.

Lantas bagaimana dengan perusahaan reasuransi lokal? Semua masih berebut memberi dukungan proposional. Dukungan proporsional membutuhkan pembentukan cadangan yang lebih besar dan berdurasi lebih panjang. Dengan modal yang jauh lebih kecil, portofolio perusahaan reasuransi nasional justru dibanjiri risiko proporsional.

Tidak ada yang salah dengan portofolio proporsional tetapi dengan syarat original gross rate mencukupi. Menjadi pertanyaan menggelitik bila melihat perbandingan antara tiga hal, yaitu kenaikan total eksposur proporsional yang diterima, kenaikan premi yang dicatat, dan kenaikan ekuitas perusahaan perusahaan reasuransi lokal pada sepuluh tahun terakhir ini.

Bila ingin dibuat lebih kompleks, bandingkan juga dengan kenaikan cadangan premi yang dibentuk. Konsep menghitung RoE untuk setiap unit modal yang digunakan masih terdengar asing di industri reasuransi nasional.

Di hampir semua pasar asuransi besar Asia, perusahaan reasuransi nasional memiliki peran membina perilaku underwriting dan mengendalikan laju premi reasuransi ke luar negeri. Peran ini teramat sangat penting untuk perekonomian nasional, sehingga negara-negara tersebut memilih untuk membatasi persaingan di sektor reasuransi. Bila jumlah perusahaan reasuransi terlalu banyak malah akan berkelahi satu sama lain mencari premi.

Suplai kapasitas reasuransi yang berkualitas rendah pada akhirnya akan membawa industri mengadopsi perilaku yang sama. Kapasitas dan kapabilitas perusahaan reasuransi nasional harus segera ditingkatkan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Sutarno
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper