Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Subsidi Dipangkas, MRT Jakarta Pede Andalkan Pendapatan Nontiket

PT MRT Jakarta mengaku tak terlalu risau walaupun DPRD DKI Jakarta memutuskan memotong anggaran subsidi transportasi. Pemotongan subsidi nantinya akan berdampak pada subsidi tiket kereta Moda Raya Terpadu (MRT).
Rangkaian kereta Moda Raya Terpadu (MRT) Lebak Bulus-Bundaran HI melintas di Stasiun Fatmawati, Jakarta, Rabu (8/5/2019)./Antara
Rangkaian kereta Moda Raya Terpadu (MRT) Lebak Bulus-Bundaran HI melintas di Stasiun Fatmawati, Jakarta, Rabu (8/5/2019)./Antara

Bisnis.com, JAKARTA - PT MRT Jakarta mengaku tak terlalu risau walaupun DPRD DKI Jakarta memutuskan memotong anggaran subsidi transportasi. Pemotongan subsidi nantinya akan berdampak pada subsidi tiket kereta Moda Raya Terpadu.

Dalam rapat penelitian akhir APBD DKI T.A 2020 antara pihak eksekutif dan legislatif, beberapa sektor pengeluaran terpaksa dipangkas demi menutup defisit. Salah satu yang dipangkas adalah anggaran public service obligation (PSO) atau subsidi sektor transportasi.

Anggaran PSO dipangkas dari sebelumnya Rp6,74 triliun menjadi Rp5,57 triliun. Sebelumnya, anggaran PSO ini berencana diberikan untuk subsidi tiket bus Transjakarta Rp5,8 triliun, Kereta Moda Raya Terpadu (MRT) Rp938 miliar, dan Kereta Lintas Rel Terpadu (LRT) Jakarta Rp665 miliar.

Direktur Utama PT MRT Jakarta William Sabandar memastikan bahwa harga tiket yang akan dibebankan kepada masyarakat tidak berubah. Yakni, Rp3.000 sampai Rp14.000 sesuai jumlah stasiun awal hingga tujuan.

"Itu yang paling penting, tiket tetap. Efisiensi itu akan kita lakukan dengan melihat postur-postur anggaran pengeluaran kita. Tapi kita akan memastikan bahwa dengan berapa pun subsidi yang diberikan oleh pemerintah, MRT akan tetap menjaga standar pelayanannya untuk tetap prima kepada masyarakat," tegas William, Jumat (6/12/2019).

William menggambarkan bahwa pada tahun ini nonfarebox revenue atau pendapatan nontiket MRT terbilang fantastis mencapai Rp225 miliar. Sementara pendapatan tiket Rp180 miliar.

"Saya sudah katakan, tahun pertama kita ini yang tadinya kita perkirakan rugi, ternyata kita laba, karena ada pendapatan dari nonfarebox. Inilah yang kita dorong tahun depan," jelasnya.

Beberapa waktu lalu William secara resmi mengungkapkan bahwa dari 9 bulan masa operasi kereta MRT, pihaknya berhasil meraup pendapatan Rp1 triliun, sementara pengeluaran biaya operasional masih di angka Rp940 miliar.

Pendapatan nonfarebox terbesar berasal dari periklanan (55 persen), naming rights (33 persen), disusul telekomunikasi (2 persen), dan terakhir retail dan UMKM (1 persen).

PT MRT Jakarta percaya diri membuat proyeksi  masih bisa mendapatkan laba Rp60 miliar sampai Rp70 miliar hingga akhir 2019.

"Kita tingkatkan terus. Ini kelihatan dan kita berharap masyarakat melihat PT MRT adalah perusahaan yang sangat sehat dan akan semakin sehat kalau masy memberikan dukungan," jelasnya.

"Bagaimana dukungannya? Pelihara, jaga, dan naik MRT Jakarta. Dengan itu, bisnis akan datang, sehingga bisnis nontiket yang akan diperoleh MRT Jakarta bisa digunakan untuk meningkatkan layanan dan dalam arti tertentu, kita bisa berupaya mengurangi subsidi," tambahnya.

PT MRT Jakarta pun tetap percaya diri bisa mencatatkan laba hingga Rp200-250 miliar pada 2020, dan Rp300-350 miliar pada 2021 lewat beberapa langkah. Langkah dimaksud dengan mengoptimalisasi pendapatan nontiket dan pengelolaan kawasan Transit Oriented Development (TOD).

Pendapatan nontiket yang akan dimaksimalkan kembali yakni penawaran naming rights stasiun, di luar penamaan sponsor stasiun yang sudah eksis. Seperti diketahui, stasiun yang telah berkontrak nama sponsor, di antaranya Lebak Bulus Grab, Blok M BCA, Istora Mandiri, Setiabudi Astra, Dukuh Atas BNI, dan Stasiun MRT ASEAN yang merupakan stasiun hibah.

Sementara lima kawasan stasiun pelopor TOD yang juga akan dioptimalkan sebagai pendapatan nontiket PT MRT Jakarta yakni Dukuh Atas 'Poros Transit Internasional', Istora Senayan 'Kolase Aktivitas di Pusat Jakarta', Blok M - ASEAN 'Green Creative Hub', Fatmawati 'Ruang Atas Dinamis', dan Lebak Bulus 'Gerbang Terminus Selatan Jakarta'.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Aziz Rahardyan
Editor : Saeno
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper