Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Resesi Ekonomi, Pengusaha Prediksi Tak Ada Kenaikan Upah

Perkiraan itu berdasarkan pada data pertumbuhan ekonomi tahun 2020 yang terkontraksi akibat pandemi Covid-19.
Sarman Simanjarojang (kanan) dan Wagub DKI Sandiaga Uno/facebook
Sarman Simanjarojang (kanan) dan Wagub DKI Sandiaga Uno/facebook

Bisnis.com, JAKARTA - Ketua Umum DPD HIPPI Provinsi DKI Jakarta Sarman Simanjorang memperkirakan tidak bakal ada kenaikan upah minimum regional (UMR) pada tahun 2021.

Perkiraan itu berdasarkan pada data pertumbuhan ekonomi tahun 2020 yang terkontraksi akibat pandemi Covid-19.

Sarman mengatakan pada kuartal I kinerja ekonomi nasional turun 2,79 persen, kuartal II terkontraksi minus 5,32 persen, sedangkan pada kuartal III tetap terkontraksi minus 2,9 sampai 1,1 persen.

“Kuartal IV juga diprediksi minus dengan demikian pertumbuhan ekonomi tahun 2020 dipastikan minus. Bank Dunia memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia 2020 terkontraksi minus 2 persen,” kata Sarman melalui keterangan tertulis pada Rabu (21/10/2020).

Di sisi lain, inflasi tahunan berdasarkan data Bank Indonesia (BI) sampai dengan bulan Oktober sebesar 1,41 persen.

“Di sisi lain kondisi dunia usaha saat ini juga sangat tidak memungkin UMP dinaikkan. Beban pengusaha sudah sangat berat, jika UMP dinaikkan akan sangat memukul pengusaha dan mendorong pengusaha semakin terpuruk,” ujarnya.

Berdasarkan situasi itu, Sarman berharap serikat pekerja atau buruh dapat memahami kondisi krisis tersebut dan tidak menuntut kenaikan UMP yang berlebihan dalam kondisi ekonomi yang sudah masuk resesi.

“Tugas kita bersama menciptakan iklim usaha dan investasi yang kondusif, pro aktif memberikan masukan dalam penyusunan aturan turunan dari UU Cipta Kerja, sehingga nantinya diharapkan investor akan mengalir deras, lapangan kerja akan tersedia, devisa kita akan naik, daya beli akan meningkat, pertumbuhan ekonomi 2021 akan mencapai target dikisaran 4,54 – 5,5 persen,” ujarnya.

Namun, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengklaim kondisi perekonomian pada kuartal ketiga tersebut masih lebih baik jika dibandingkan dengan negara-negara lain, termasuk negara di kawasan Asean dan negara G20.

Sri Mulyani menjelaskan, negara lain di dunia juga menghadapi situasi yang luar biasa. Perekonomian menurun sangat signifikan sebagai dampak dari pandemi Covid-19 yang menyebabkan penutupan sekolah, tempat kerja, hingga tempat hiburan.

"Negara-negara di dunia juga masih mengalami struggle untuk menghadapi Covid-19 dan mereka menggunakan instrumen fiskalnya secara luar biasa, kalau kita lihat dari sisi magnitude-nya, seluruh dunia terjadi pelebaran defisit fiskal yang luar biasa besar," katanya dalam acara Ceremony Capital Market Summit & Expo (CMSE) 2020, Senin (19/10/2020).

Sri Mulyani mencontohkan, negara-negara di Eropa hampir seluruhnya mengalami kontraksi di atas 20 persen pada kuartal kedua. Kontraksi paling kecil dialami Italia yaitu pada level -17,9 persen, Jerman -11,7 persen. Sementara itu, Spanyol dan Inggris terkontraksi 21,1 persen dan 21,7 persen.

Pada kuartal ketiga, ekonomi Spanyol diproyeksikan masih akan terkontraksi di atas 12 persen, sedangkan Inggris diproyeksikan masih di atas 10 persen.

Di luar Eropa, India yang pada kuartal kedua mengalami kontraksi lebih dari 23 persen, diperkirakan pada kuartal ketiga akan minus 6,6 persen.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Nancy Junita
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper