Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Mediasi Deadlock, Gugatan Konsumen Honda-Yamaha Berlanjut

Karena pihak penggugat dan tergugat sama-sama sepakat untuk tidak bersepakat, maka proses persidangan akan kembali dilanjutkan. “Untuk sidang selanjutnya dengan agenda pembacaan gugatan akan ditentukan oleh pihak pengadilan,”
Kartel/repro
Kartel/repro

Bisnis.com, JAKARTA - Mediasi antara penggugat dan PT Astra Honda Motor serta PT Yamaha Indonesia Motor Manufacturing di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat deadlock, sehingga kasusnya pun bakal berlanjut ke persidangan.

Kuasa hukum para penggugat, Hengki Merantama Sibuea dari Lembaga Bantuan Hukum Korban Persaingan Usaha Tidak Sehat, mengatakan bahwa kliennya mulai menjalani mediasi dengan kedua tergugat sejak pertengahan Desember 2019. 

Akan tetapi, karena pihak penggugat dan tergugat sama-sama sepakat untuk tidak bersepakat, maka proses persidangan akan kembali dilanjutkan. “Untuk sidang selanjutnya dengan agenda pembacaan gugatan akan ditentukan oleh pihak pengadilan,” ujarnya, Rabu (22/1/2020).

Sebagaimana diketahui, penggugat dalam perkara ini adalah Boy Rajamalum Purba dan Muhamad Soleman. Mereka merupakan pembeli sepeda motor skuter matic Honda dan Yamaha pada 2014, rentang waktu di mana PT Astra Honda Motor dan PT Yamaha Indonesia Motor Manufacturing dinilai oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) melakukan kartel harga sepeda motor.

Menurutnya, produsen Honda dan Yamaha, bersama dengan KPPU telah melakukan perbuatan melawan hukum sesuai dengan Pasal 1365 dibuktikan oleh para Penggugat melalui Putusan KPPU Nomor.: 04/KPPU-I/2016 pada 20 Februari 2017, yang dikuatkan oleh Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara Nomor.: 163/Pdt.G/KPPU/2017/PN. Jkt. Utr pada 5 Desember 2017, yang kemudian dikuatkan lagi oleh Putusan Kasasi Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor: 217K/Pdt.Sus-KPPU/2019 pada 23 April 2019.

“Dalam pertimbangan hukum putusan tersebut, Honda dan Yamaha, telah dinyatakan bersalah melanggar ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat 1 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Dua pabrikan itu secara bersama-sama menetapkan harga sepeda motor jenis skuter matik 110 – 125cc produksi dan yang dijual pada periode 2014,” ujarnya.

Sementara itu, KPPU turut diseret oleh para penggugat karena diduga telah melanggar ketentuan Pasal 47 ayat 2 huruf f UU 5/1999, karena hanya menjatuhkan denda kepada Honda dan Yamaha, di mana dasar pengenaan denda tersebut karena adanya kerugian yang dialami oleh masyarakat karena tidak mendapatkan harga penjualan yang kompetitif atas sepeda motor jenis skuter matik 110-125cc pada periode penjualan 2014.

“Denda tersebut di setor ke kas negara sebagai setoran pendapatan denda pelanggaran.Sekalipun masyarakat sudah dirugikan oleh perbuatan Honda dan Yamaha tersebut, KPPU tidak menjatuhkan hukuman ganti kerugian, walaupun secara hukum dinyatakan telah bersalah dan juga merugikan masyarakat yang telah membeli sepeda motor jenis skuter matik 110 – 125cc,” urainya.

Karena itu pihaknya meminta majelis hakim supaya mengabulkan gugatan seluruhnya, menyatakan tergugat 1, PT Astra Honda Motor, tergugat II PT Yamaha Indonesia Motor Manufacturing, dan KPPU melanggar Pasal 5 ayat 1 UU 5/1999. Serta memohon majelis menyatakan KPPU melanggar Pasal 47 ayat 2 huruf f UU 5/1999.

Selain itu, penggugat juga meminta agar majelis menghukum tergugat 1 dan 2 serta tergugat 3, secara tanggung renteng, untuk membayar ganti rugi sebesar Rp 57,5 miliar kepada para penggugat dan konsumen di seluruh wilayah Indonesia yang membeli sepeda motor jenis skuter matik 110-125cc, baik merek Honda dan Mereka Yamaha, pada 2014.

“Menghukum Tergugat 1, 2 dan 3 masing-masing untuk membayar uang paksa atau dwangsom sebesar Rp10 juta untuk setiap hari keterlambatan pelaksanaan keputusan majelis hakim dalam perkara a quo, menghukum para tergugat untuk membayar semua biaya perkara yang timbul dari perkara, serta menyatakan putusan ini dapat dilaksanakan lebih dahulu sekalipun terdapat perlawanan, permohonan banding atau pun kasasi terhadap perkara a quo,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper