Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

China Tak Akan Tinggal Diam Jika NATO Menantang

Beijing tidak menimbulkan tantangan sistemik ke negara mana pun dan NATO tidak boleh melebih-lebihkan kekuatan militer negara itu. Pernyataan itu juga mendesak NATO untuk mendorong dialog dan kerja sama
Bendera China dikibarkan di lapangan Tiananmen untuk menyambut the Belt and Road Forum atau KTT Jalur Sutra, di Beijing, China, Sabtu (13/5)./Reuters
Bendera China dikibarkan di lapangan Tiananmen untuk menyambut the Belt and Road Forum atau KTT Jalur Sutra, di Beijing, China, Sabtu (13/5)./Reuters

Bisnis.com, JAKARTA - China memperingatkan Organisasi Perjanjian Atlantik Utara (NATO) bahwa mereka tidak akan tinggal diam dalam menghadapi tantangan apa pun, yang menggambarkan potensi ketegangan meningkat, sementara Amerika Serikat (AS) meyakinkan sekutunya untuk mengambil pendekatan lebih keras ke negara Asia itu.

Dilansir Bloomberg, Selasa (15/6/2021), menurut sebuah pernyataan resmi diposting misi China untuk Uni Eropa, Beijing tidak menimbulkan tantangan sistemik ke negara mana pun dan NATO tidak boleh melebih-lebihkan kekuatan militer negara itu.

Pernyataan itu juga mendesak NATO untuk mendorong dialog dan kerja sama, dan mengatakan blok itu harus bekerja untuk menjaga stabilitas internasional dan regional.

Komentar dari Beijing muncul setelah Sekretaris Jenderal NATO Jens Stoltenberg mengatakan bahwa aliansi tersebut prihatin dengan kebijakan koersif China, yang bertentangan dengan nilai-nilai fundamental dalam Perjanjian Washington yang menjadi dasar blok tersebut. Dia mengutip persenjataan nuklir negara yang berkembang pesat, kerja sama militer dengan Rusia dan penggunaan disinformasi.

Komunike yang dirilis setelah pertemuan NATO menyebutkan China sebanyak 10 kali, dibandingkan dengan hanya sekali setelah KTT terakhir pada 2019. Sedangkan Rusia disebut lebih dari 60 kali tahun ini. Dokumen itu juga mengatakan bahwa blok tersebut mempertahankan dialog konstruktif dengan China jika memungkinkan.

Washington telah berusaha untuk membangun front persatuan untuk menangani Beijing, meskipun Presiden Joe Biden menerima kecaman pada pertemuan Kelompok Tujuh (G7) selama akhir pekan lalu.

Biden telah mendorong kelompok itu untuk menghadapi China pada topik-topik seperti kerja paksa dan pelanggaran hak asasi manusia, dan pada rencana infrastruktur Belt and Road Initiative. Dia juga mengangkat isu China menolak akses dari luar ke laboratoriumnya untuk menentukan asal mula wabah Covid-19.

Komunike G7 menyerukan studi tepat waktu, transparan, dan berbasis sains yang dipimpin oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tentang asal-usul penyakit tersebut.

Beberapa pemimpin, termasuk Kanselir Jerman Angela Merkel, menepis kekhawatiran tentang mengubah G7 menjadi kelompok antichina. Dia menyarankan program infrastruktur apa pun yang didukung negara harus dibingkai sebagai upaya yang lebih positif dan prolingkungan.

Merkel mengatakan pada satu titik di KTT bahwa ini bukan tentang menentang sesuatu, tetapi untuk membangun sesuatu.

“Ini adalah klaim G7 memiliki agenda positif bagi banyak negara di dunia, yang masih perlu mengejar ketinggalan,” kata Merkel.

China menolak KTT G7 menyusul pernyataan kedutaan besarnya di London bahwa hari-hari ketika keputusan global didikte oleh sekelompok kecil negara sudah lama berlalu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Reni Lestari

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper