Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Petani Sawit Menjerit, Pemprov Kaltim Minta Aturan Soal Larangan Ekspor CPO Dikaji Ulang

Kepala Dinas Perkebunan Kaltim Ujang Rachmad menyatakan prihatin dengan kondisi merosotnya harga Tandan Buah Segar (TBS) yang dikeluhkan oleh sejumlah petani sawit di Kaltim.
Perkebunan sawit di Kabupaten Paser, Kaltim./Bisnis-Muhammad Mutawallie Syarawie
Perkebunan sawit di Kabupaten Paser, Kaltim./Bisnis-Muhammad Mutawallie Syarawie

Bisnis.com, SAMARINDA –– Petani sawit di Kabupaten Paser, Kaltim, merasa paling dirugikan terhadap anjloknya harga tandan buah segar (TBS) pasca ditetapkannya kebijakan larangan ekspor oleh pemerintah pusat.

Ketua Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) Kabupaten Paser Iwan Himawan menyatakan harga TBS di tingkat petani sejak 23 April 2022 berkisar antara Rp1.500 hingga Rp1.800 per kilogram.

“Bukan hanya rendah, pabrik mereka ditutup. Alasannya tangki timbun CPO mereka penuh,” ujarnya, Selasa (17/5/2022).

Menurut Iwan, meski Gubernur Kaltim sudah mengeluarkan SE yang ditujukan kepada pengusaha maupun bupati/wali kota se Kaltim, tapi realisasinya belum maksimal.

“Setingkat kepala dinas baru berkomunikasi, yang kita inginkan Pemkab langsung sidak saja ke pabrik untuk membuktikan [kebenarannya],” ungkapnya.

Sementara itu, Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur (Pemprov Kaltim) meminta kebijakan larangan ekspor CPO dapat ditinjau kembali agar dapat mengayomi semua pemangku kepentingan di daerah.

Kepala Dinas Perkebunan Kaltim Ujang Rachmad menyatakan prihatin dengan kondisi merosotnya harga TBS yang dikeluhkan oleh sejumlah petani sawit di Kaltim hingga mereka melakukan aksi penolakan kepada pemerintah di daerah.

“Kita sudah memberikan masukan kepada pemerintah pusat melalui beberapa kali pertemuan dan berharap dengan masukan dari berbagai pihak, pemerintah pusat meninjau kebijakan larangan ekspor tersebut,” ujarnya dalam keterangan kepada Bisnis, Senin (17/5/2022).

Dia menjelaskan, Pemprov Kaltim telah melakukan pengawasan kepada Pabrik Kepala Sawit (PKS) dan menemukan rata-rata daya tampung tangki dapat bertahan untuk 29 hari ke depan dalam memastikan kondisi rantai pasok berjalan dengan baik.

“Merosotnya harga TBS terjadi pada pekebun yang tidak bermitra dan terjadi di seluruh Indonesia karena terganggunya rantai pasukan dan pemasaran CPO. Sementara pekebun yang telah bermitra, mereka mendapat perlindungan harga melalui penetapan harga yang dilakukan Disbun,” katanya.

Adapun, dia menyebutkan masih menunggu perubahan kebijakan pemerintah. "Sementara ini kita terus melakukan input untuk argumentasi pengambilan keputusan pemerintah," terangnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Ajijah

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper