Ilustrasi/Hoovers
Fashion

Urgensi Konten Positif Harus Makin Aktif

Akbar Evandio
Senin, 14 Oktober 2019 - 12:55
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA -- Konten negatif di internet jadi salah satu perhatian utama di era digital. Hal ini dikarenakan konten menjadi salah satu bentuk komunikasi baru sebagai jembatan antara para pengrajin konten dan konsumennya.

Komunikasi media berdasarkan teknologi ini memiliki pola penyebaran, sampai pada bagaimana khalayak mengakses media lambat laun semakin berkembang sehingga secara tidak langsung masyrakat sudah terjebak dalam peperangan hitam dan putih serta gelap dan terang dari konten di dunia maya.

Berdasarkan data Kemenkominfo pada 2018 atau dalam dua tahun terakhir hanya ditemukan sebanyak 250.000 konten positif berisikan edukasi yang tersebar di dunia maya.  Sedangkan di waktu yang sama, pemerintah melalui Kemenkominfo telah menemukan dan menutup sebanyak 800.000 portal yang berisikan konten negatif.

Konten negatif menurut Kemenkominfo antara lain konten yang berisikan pornografi, provokasi SARA, Hoax, terorisme, radikalisme dan perundungan.

Fenomena ini menjadi landasan bagi beberapa pihak untuk meramaikan bahwa bangsa ini berada pada titik urgensi terhadap konten positif. Salah satunya, Yosi Mokalu, musisi sekaligus komedian yang tergabung dengan grup content creator Cameo Project yang berharap makin banyak pembuat konten yang dapat memuat nilai-nilai positif.

Ia mengatakan bahwa saat ini banyak masyarakat saat ini terjebak menikmati konten negatif seperti penggiringan opini, ujaran kebencian.

“Terjebak karena tidak menyadari dan secara tidak langsung hal tersebut mengembang biakkan konten negatif. Literasi digital butuh ditingkatkan agar para pelaku dan pengguna media sosial dapat lebih bijak dalam berselancar di dunia maya,” jelasnya.

Pria dengan nama asli Hermann Josis Mokalu ini mengatakan bahwa mencerdaskan kehidupan bangsa tidak hanya menjadi konsentrasi pemerintah melainkan kolaborasi bersama. salah satunya konten kreator, masalahnya konten kreator tidak banyak yang membuat konten positif karena peminatnya yang cenderung sedikit.

“Secara statistik konten negatif berkembang biasanya ketika dalam suasana politik. Konten negatif dari politik lahir akan kekhawatiran terhadap kekalahan sehingga melakukan penggiringan opini melalui konten negative adalah salah satu hal yang marak terjadi. Salah satu penyebab utama berkembang konten negative adalah rasa khawatir,” ungkapnya.

Setuju terhadap pendapat tersebut, konten kreator Yohanes Kevin Hendrawan mengatakan tantangan dalam pengemasan konten agar menarik adalah tantangan scriptwriter, producer, dan para konten kreator.

“Memang sangat diperlukan karena di era sosial media ini sekarang filter sangat lemah. Jadi, orang dapat membuat konten apapun, sehingga konten positif berlandaskan kesadaran. Pertama bentuk harus menarik, mengemas adalah challenge harus lebih buka wawasan dan mengulik kembali,” paparnya.

Perwakilan Indonesia pada ajang Mister International 2014 ini mengharapkan bahwa pemerintah juga harus lebih agresif dalam mendukung lahirnya konten-konten positif di Indonesia, karena menurutnya kolaborasi terbaik adalah dengan melibatkan seluruh aspek yang ada.

“Jadi, tidak hanya memblokir konten negative saja, melainkan juga mendorong konten positif. Seperti edukasi konten positif, memantik dengan pendanaan bagi para konten kreator untuk menciptakan ekosistem konten yang positif, hal sederhana yang dapat memacu pelaku kreatif menghadirkan konten bernilai positif,” ujarnya.

Mengacu pada data yang dihimpun Direktorat Pengendalian Ditjen Aplikasi Informatika Kementerian Kominfo, terdapat 8.903 pelaporan konten negatif oleh masyarakat yang bersumber dari platform Facebook dan Instagram.

Sementara untuk Twitter berada di urutan kedua dengan jumlah laporan selama 2018 sebanyak 4.985 laporan. Serta platform Google dan Youtube berada di urutan ketiga dengan 1.683. Jika dibandingkan dengan tahun 2017, jumlah pelaporan konten yang bersumber dari Facebook dan Instagram meningkat sebanyak 398,88 persen dari jumlah sebelumnya di tahun 2017 yakni 2.232 laporan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Akbar Evandio
Bagikan

Tags :


Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro