Bisnis.com, JAKARTA - Penyebaran Virus Corona atau SARS-CoV-2 membuat ilmuwan medis dan kesehatan jungkir balik untuk mengidentifikasi virus yang telah menewaskan banyak orang di berbagai negara.
Bahkan, di kalangan saintis masih berlangsung debat tentang asal-usul virus ini. Tak sedikit yang membumbuinya dengan argumen politik yang menjurus konspiratif.
Virus Corona kini punya banyak varian yang tingkat mutasi dan kecepatan penyebarannya berbeda-beda. Terbaru adalah varian Delta, varian Virus Corona ini membuat India diterjang tsunami Covid-19.
Tak lama setelah itu, giliran Indonesia diterpa gelombang baru Covid-19 yang diduga berasal dari varian delta.
WHO menamai varian Virus Corona yang menarik perhatian mereka dengan huruf Yunani, seperti Alpha, Beta, Delta, Gamma, Lambda, dan lainnya.
Lambda, varian baru Virus Corona yang pertama kali ditemukan di Peru pada Agustus 2020 dinamai demikian oleh WHO pada Senin, 14 Juni 2021.
Urutan abjad Yunani yang digunakan WHO tidak menunjukkan tingkat keparahan. Tetapi, menunjukkan urutan di mana mereka diidentifikasi berpotensi penting untuk menyebar dan menginfeksi orang.
Lambda sendiri dikategorikan WHO sebagai Variant of Interest (VoI).
Prevalensi
Dilansir dari laporan "Covid-19 Weekly Epidemiological Update" WHO pada Selasa, 15 Juni 2021, terdapat peningkatan prevalensi, terutama di negara-negara Amerika Selatan, seperti Chili (31 persen), Peru (9 persen), Ekuador (8 persen), dan Argentina (3 persen).
Otoritas di Peru sendiri melaporkan, jika 81 persen kasus Covid-19 per April 2021 terkait dengan Lambda.
Lambda, menurut WHO, membawa sejumlah mutasi yang diduga dapat berimplikasi fenotipik, seperti potensi peningkatan transmisibilitas atau resistensi terhadap antibodi penetralisir.
Ini ditandai dengan mutasi protein lonjakan, termasuk T76I, G75V, L452Q, F490S, D614G, T859N, dan del247/253.
Namun, WHO juga mengakui belum ada bukti kuat tentang dampak perubahan genom tersebut. Diperlukan studi lanjutan tentang dampak fenotipik supaya dapat mengendalikan penyebaran.
Meski WHO mengategorikan Lambda sebagai Variant of Interest, namun tidak dengan CDC.
Dilansir dari laman National Public Radio (NPR) Kamis, 22 Juli 2021, CDC memiliki daftar varian virusnya sendiri.
Lambda tidak termasuk dalam daftar CDC sebagai varian of interest, varian of concern atau konsekuensi tinggi.
Sementara itu, Profesor Kedokteran Rumah Sakit John Hopkins, Stuart Ray, mengibaratkan varian Lambda adalah sepupu dari varian virus Alpha.
Meski belum ada data head-to-head yang jelas, Ray mengatakan, bahwa data yang ditemukan sejauh ini tidak mengunggulkan varian Lambda dibanding Delta.
"Delta jelas mendominasi saat ini, jadi saya pikir kami harus tetap fokus pada Delta," ungkap dia dalam laman NPR, Kamis, 22 Juli 2021.