Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Perlambatan China Ancam Permintaan Komoditas

Perlambatan China diyakini bakal berdampak besar terhadap permintaan komoditas.
Yuan/Bloomberg
Yuan/Bloomberg

Bisnis.com, JAKARTA — Perlambatan China diyakini bakal berdampak besar terhadap permintaan komoditas.

Masyita Crystallin, Pakar Ekonomi dari DBS Group Research mengatakan, dengan beberapa fakta positif dari AS pekan lalu, perhatian pasar kemungkinan akan kembali ke narasi tentang perlambatan Tiongkok.

"Setelah menyumbang 30-40% terhadap pertumbuhan global dalam beberapa dasawarsa terakhir, perlambatan ekonomi Tiongkok mungkin sangat berpengaruh pada perdagangan global," katanya dalam keterangan tertulis, Kamis (7/2/2019).

Bahkan, Masyita melihat ada hubungan erat antara faktor penentu permintaan perdagangan global  dan aktivitas manufaktur Negeri Tirai Bambu tersebut. Oleh sebab itu, penurunan tajam keduanya baru-baru ini mengkhawatirkan bagi ekonomi China dan global.

"Terlepas dari perkembangan di luar AS, kami menganggap narasi tentang perlambatan China kemungkinan memiliki dampak paling besar pada permintaan komoditas dan sejumlah barang konsumen. Jelas bagi kami bahwa ketika Tiongkok menghadapi masalah, seluruh perdagangan dunia akan terpengaruh," katanya.

Sementara itu Bank Sentral India akan menetapkan tingkat suku bunganya minggu ini. Panel kebijakan moneter kemungkinan mempertimbangkan penurunan pada tahun anggaran 2019, serta target defisit tahun anggaran 2020. Sedangkan, yang diajukan minggu lalu, melawan lintasan pelonggaran inflasi.

Dengan inflasi cenderung jinak di angka 2,0-3,0% di sisa tahun anggaran 2019, panel tersebut cenderung memilih perubahan sikap kebijakan, dari pengetatan yang dikalibrasi menjadi netral. Bias pro-konsumsi dalam anggaran tahun anggaran 2020 mungkin, bagaimanapun, menjadi risiko tertunda terhadap prospek inflasi inti dan dengan demikian membatasi lingkup siklus pelonggaran tingkat inflasi.

"Kami akan menyaksikan penjelasan bank sentral, yang mengukur penilaian mereka terhadap risiko domestik dan eksternal, yang akan mengungkapkan apakah mereka memandang perlu untuk beralih ke bias lunak (dovish) atau tetap berhati-hati mengingat kemungkinan inflasi utama akan bergerak kembali ke 4% pada akhir tahun," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Dika Irawan
Editor : Gajah Kusumo

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper