Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Masa Penawaran Tinggal Sepekan, Pemesanan ST-004 Baru 59,68 Persen dari Target

Menjelang sepekan berakhirnya masa penawaran surat berharga negara (SBN) ritel seri ST-004, minat investor terpantau masih lemah.

Bisnis.com, JAKARTA — Menjelang sepekan berakhirnya masa penawaran surat berharga negara (SBN) ritel seri ST-004, minat investor terpantau masih lemah.

Berdasarkan data Investree.id hingga pukul 14.15 WIB, tercatat pemesanan investor yang masuk senilai Rp1,19 triliun atau setara dengan 59,68% dari target indikatif pemerintah senilai Rp2 triliun.  Pemerintah membuka masa pemesanan mulai dari 3 Mei 2019 hingga 21 Mei 2019 dengan tingkat kupon 7,95%.

Adapun, capaian tersebut tampaknya masih akan jauh tertinggal bila dibandingkan dengan seri sukuk tabungan sebelumnya, yaitu ST-002 dan ST-003. Pemerintah berhasil memperoleh Rp3,13 triliun dari pemasaran seri ST-003, sedangkan dari seri ST-002 yang terbit pada November 2018 senilai Rp4,94 triliun.

Direktur Riset dan Investasi Pilarmas Investindo Sekuritas, Maximilianus Nico Demus mengatakan bahwa persoalan kupon yang kurang atraktif menjadi salah satu penyebabnya. Menurutnya, pemerintah seharusnya mempertahankan untuk memberikan kupon yang menarik. Pasalnya, karakteristik investor ritel yang belum banyak teredukasi dan hanya memahami bahwa kupon obligasi lebih menarik ketimbang deposito.

Maximilianus mengungkapkan, obligasi ritel semestinya mengacu kepada imbal hasil SUN.  SUN jatuh tempo 3 tahun tingkat yield-nya di kisaran 8,05% tetapi rata-rata obligasai ritel pada level 7,95%.

Mengingat dengan jatuh tempo yang sama, semestinya kupon berada di atas SUN. Hal tersebut, tekan dia merupakan harga yang harus dibayar oleh pemerintah untuk membesarkan pasar ritel.  Selain itu, kupon obligasi ritel memiliki persaingan ketat dengan bunga deposito bank buku 1 dan buku 2. 

Berdasarkan data OJK per Februari 2019, rata-rata bunga deposito di atas 12 bulan bank buku I adalah 8,16%. Sementara itu, rerata bunga deposito bank buku II di atas 12 bulan cenderung naik menjadi sebesar 7,58%. Dia mengkhawatirkan hal tersebut juga akan membuat tujuan pemerintah dalam edukasi dan sosialisai tidak bisa berjalan. 

Padahal obligasi ritel merupakan hal yang baik untuk menggeserkepemilikkan yang didominasi asing menjadi investor lokal. Apalagi, pemerintah tak hanya menggandeng lembaga keuangan non-bank, tetapi juga mengajak retail berpartisipasi.

“Percuma kita melakukan edukasi, sosialisasi, literasi, namun pada kenyataannya, orang tidak akan beralih kepada obligasi. Mereka (investor) suka edukasi, tetapi mereka lebih suka gurihnya kupon. Lebih baik pemerintah memperbaiki dulu kuponnya daripada buang uang buat edukasi dan sosialisasi," jelasnya kepada Bisnis.com, Selasa (14/5/2019).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Riendy Astria
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper