Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Bursa Asia Menguat, Eropa Terbebani Data Manufaktur

Bursa Asia menguat bersama indeks futures Amerika Serikat (AS) pada perdagangan hari ini, Selasa (1/10/2019), sedangkan bursa Eropa berfluktuasi di tengah serangkaian risiko ekonomi.
Grafik indeks harga saham Jerman DAX digambarkan di bursa saham di Frankfurt, Jerman, 18 September 2019./Reuters
Grafik indeks harga saham Jerman DAX digambarkan di bursa saham di Frankfurt, Jerman, 18 September 2019./Reuters

Bisnis.com, JAKARTA – Bursa Asia menguat bersama indeks futures Amerika Serikat (AS) pada perdagangan hari ini, Selasa (1/10/2019), sedangkan bursa Eropa berfluktuasi di tengah serangkaian risiko ekonomi.

Berdasarkan data Bloomberg, indeks futures S&P 500 menguat 0,3 persen pada pukul 9.18 pagi waktu London (pukul 15.18 WIB), sedangkan indeks MSCI Asia Pacific naik 0,2 persen.

Di sisi lain, indeks Stoxx Europe 600 dan indeks FTSE 100 Inggris masing-masing turun 0,1 persen, ketika indeks MSCI Emerging Market bergerak fluktuatif.

Dilansir dari Bloomberg, indeks Stoxx Europe 600 bergerak ke posisi lebih rendah setelah data menunjukkan sektor manufaktur kawasan euro merosot pada September.

Data manufaktur di Eropa menambah sentimen negatif bagi para investor yang telah terbebani sejumlah isu mulai dari berlarutnya perang dagang Amerika Serikat-China, Brexit, protes di Hong Kong hingga penyelidikan pemakzulan terhadap Presiden AS Donald Trump.

Meski demikian, awal pekan ini tampak mendukung aset-aset berisiko kemungkinan karena nilai aset-aset safe haven sudah terlihat mahal.

Di Asia, indeks Nikkei 225 dan Topix Jepang mampu ditutup menguat 0,59 persen dan 0,96 persen masing-masing. Adapun indeks Kospi Korea Selatan naik 0,45 persen, saat aktivitas perdagangan pasar saham di China dan Hong Kong ditutup karena libur.

Padahal, sentimen manufaktur di sebagian besar wilayah Asia tetap suram pada September, di tengah tensi hubungan perdagangan dan lesunya permintaan global.

Indeks manajer pembelian (Purchasing Managers' Index) manufaktur yang dirilis IHS Markit untuk Korea Selatan, Jepang, dan Indonesia masih berada di wilayah kontraksi, sedangkan PMI Korea Selatan turun satu poin menjadi 48.

Di negara-negara lain, sebagian besar indeks bertahan di level yang lemah. Namun Taiwan mampu melawan arus ini dengan merayap lebih tinggi ke level 50. Inilah batas yang memisahkan kondisi kontraksi dan ekspansi.

Sementara itu, data PMI China pada Senin (30/9/2019) menunjukkan beragam gambaran. Data PMI yang dirilis Caixin Media dan IHS Markit melonjak menjadi 51,4 pada September dari 50,4 pada Agustus.

Di sisi lain, PMI manufaktur resmi yang dirilis Biro Statistik Nasional (NBS) China menunjukkan hasil yang kurang optimistis dengan naik sedikit menjadi 49,8 pada September dari sebelumnya 49,5.

Negosiasi perdagangan Amerika Serikat-China tetap menjadi risiko kritis bagi prospek manufaktur di kawasan Asia. Tim negosiasi Negeri Tirai Bambu dijadwalkan akan bertandang ke Washington bulan ini untuk menggelar perundingan lebih lanjut soal perdagangan.

 “Prospek untuk sentimen manufaktur China akan bergantung pada progres perundingan perdagangan AS-China pada 10 Oktober,” tulis analis Oversea-Chinese Banking Corp. dalam sebuah catatan.

“Jika tidak ada eskalasi lebih lanjut, kami pikir sektor manufaktur akan segera mencapai bottom,” lanjutnya, dikutip dari Bloomberg.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Sutarno

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper