Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Selesai Rights Issue, Begini Struktur Kepemilikan Saham Acset Indonusa (ACST) yang Baru

Dari aksi korporasi tersebut, Acset Indonusa berhasil menghimpun dana sebesar Rp1,49 triliun.
Pengunjung memotret papan elektronik yang menampilkan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Senin (14/9/2020). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Pengunjung memotret papan elektronik yang menampilkan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Senin (14/9/2020). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA - Emiten konstruksi PT Acset Indonusa Tbk (ACST) telah menyelesaikan penawaran umum terbatas (PUT) II dengan memberikan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD/rights issue).

Presiden Direktur Acset Indonusa, Idot Supriadi menyatakan, proses rights issue telah dilaksanakan pada 15 September lalu. Dari aksi korporasi tersebut, ACST berhasil menghimpun dana sebesar Rp1,49 triliun.

Dengan selesainya proses PUT II ini, ACST juga mengalami perubahan dalam struktur kepemilikan saham. PT Karya Supra Perkasa (KSP) sebagai pembeli siaga (standby buyer) melakukan realisasi pembelian sehingga kepemilikan sahamnya menjadi 4,16 miliar lembar saham, atau setara dengan 64,84 persen.

Selain itu, pemilik saham di atas 5 persen lainnya adalah PT Cross Plus Indonesia sebesar 7,12 persen, dan sisanya sebesar 28,04 persen dimiliki oleh publik.

Adapun, dana yang didapat dari rights issue akan digunakan untuk membayar shareholder loan kepada induk usaha ACST, PT United Tractors Tbk (UNTR).

“Kami menyampaikan apresiasi kami untuk para pemegang saham yang telah berpartisipasi dalam PUT II. Kami harap hal ini dapat mendorong pertumbuhan perusahaan untuk memberikan yang terbaik bagi seluruh pemangku kepentingan,” ujarnya dikutip dari keterangan resmi pada Selasa (29/9/2020).

Dalam pemaparan kinerja keuangannya, ACST mencatatkan penurunan rugi bersih pada semester I/2020 sebesar 37,6 persen bila dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya, dari Rp404,43 miliar menjadi Rp252,20 miliar. 

Pada saat yang sama, pendapatan mengalami penurunan sebesar 51,8 persen yang sejalan dengan tren perlambatan di industri konstruksi akibat pandemi Covid-19. Perlambatan industri juga berpengaruh pada penundaan pekerjaan proyek yang sedang berlangsung maupun pembukuan kontrak baru.

Adapun perolehan pendapatan berdasarkan lini bisnis masih didominasi oleh sektor infrastruktur sebesar 53 persen, disusul oleh sektor konstruksi 31 persen, fondasi sebesar 11 persen dan sektor lainnya sebesar 5 persen.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper