Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Elon Musk Pilih Nikel di Kaledonia, Saham ANTM, INCO, TINS Kompak Melorot

Pekan lalu produsen mobil listrik Tesla setuju untuk bermitra dengan tambang nikel di Kaledonia Baru dalam upaya mengamankan lebih banyak sumber daya tersebut, yang merupakan bahan utama dalam produksi baterai lithium-ion di mobil listrik.
Foto udara aktivitas bongkar muat nikel di areal pabrik milik PT Aneka Tambang Tbk. di Kecamatan Pomalaa, Kolaka, Sulawesi Tenggara, Senin (24/8/2020). PT Aneka Tambang Tbk. (Antam) mencatat pertumbuhan positif kinerja produksi unaudited komoditas feronikel pada periode triwulan ke-2 tahun 2020 sebesar 6.447 ton nikel dalam feronikel (TNi) atau naik sebesar dua persen dibandingkan kuartal sebelumnya. ANTARA FOTO/Jojon
Foto udara aktivitas bongkar muat nikel di areal pabrik milik PT Aneka Tambang Tbk. di Kecamatan Pomalaa, Kolaka, Sulawesi Tenggara, Senin (24/8/2020). PT Aneka Tambang Tbk. (Antam) mencatat pertumbuhan positif kinerja produksi unaudited komoditas feronikel pada periode triwulan ke-2 tahun 2020 sebesar 6.447 ton nikel dalam feronikel (TNi) atau naik sebesar dua persen dibandingkan kuartal sebelumnya. ANTARA FOTO/Jojon

Bisnis.com, JAKARTA – Tiga saham emiten tambang nikel kompak merosot pada akhir perdagangan sesi I hari ini, Senin (8/3/2021).

Berdasarkan data Bloomberg, Saham PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) ditutup merosot 4,13 persen pada akhir sesi I hari ini ke level Rp2.320 per saham. Investor asing pun melakukan net sell atau jual bersih senilai Rp10,23 miliar.

Sementara itu, saham Vale Indonesia Tbk (INCO) ditutup melemah 5,24 persen atau 270 poin ke Rp4.880 pada akhir sesi I dengan catatan net sell Rp41,18 miliar.

Tak ketinggalan, PT Timah Tbk (TINS) melemah 3,44 persen pada akhir sesi I ke Rp1.825 per saham. Investor asing melepas saham TINS dengan net sell mencapai Rp15.28 miliar.

Penurunan ketiga saham emiten tambang ini sejalan dengan pelemahan harga nikel sepanjang pekan lalu. Nikel menyentuh level US$16.425 per ton di London Metal Exchange pada Jumat (5/3/2021) setelah anjlok 14 persen dua hari sebelumnya.

Sementara itu, pekan lalu produsen mobil listrik Tesla setuju untuk bermitra dengan tambang nikel di Kaledonia Baru dalam upaya mengamankan lebih banyak sumber daya tersebut, yang merupakan bahan utama dalam produksi baterai lithium-ion di mobil listrik.

Kaledonia Baru adalah produsen nikel terbesar keempat di dunia. Material tersebut juga sebagian besar ditambang di Rusia, Kanada, dan Indonesia.

Tesla diperkirakan menjadi penasihat industri di tambang Goro di pulau Pasifik, yang dimiliki oleh raksasa pertambangan Brasil Vale dan merupakan wilayah luar negeri Prancis.

Pembuat mobil listrik itu akan membantu dengan produk dan standar keberlanjutan dan membeli nikel untuk produksi baterai, menurut sebuah perjanjian dengan pemerintah Kaledonia Baru.

Langkah tersebut dilakukan di tengah meningkatnya kekhawatiran tentang permintaan nikel, karena percepatan produksi kendaraan listrik dapat menyebabkan pasokan yang rendah.

"Nikel adalah perhatian terbesar kami untuk meningkatkan produksi sel lithium-ion," tweet Elon Musk 25 Februari lalu.

Ini menggemakan tweetnya Juli lalu: "Nikel adalah tantangan terbesar untuk baterai jarak jauh volume tinggi." Musk menambahkan bahwa produksi nikel di Australia, Kanada, dan Indonesia berjalan baik, tetapi di AS secara obyektif sangat timpang.

Sementara itu, perusahaan nikel asal China Tsingshan Holding Group memutuskan mencari cara menurunkan kekhawatiran soal suplai untuk bahan baku baterai.

Dilansir Bloomberg, Tsingshan mengatakan akan mulai menyediakan nikel matte untuk produsen bahan baterai dan berencana untuk memperluas investasi nikel di Indonesia.

Prospek pasokan tambahan ini membuat nikel mencatat kerugian dua hari terbesarnya dalam satu dekade pekan lalu. Meskipun harga harga naik tipis pada hari Jumat, nikel masih mendekati level terendah tiga bulan terakhir.

Langkah Tsingshan untuk memacu pasokan juga pernah dilakukan pada awal tahun 2000-an, ketika ledakan komoditas nikel yang dipicu oleh China menyebabkan harga logam yang digunakan dalam segala hal mulai dari peralatan dapur hingga pesawat terbang ini melonjak di atas US$50.000 per metrik ton pada tahun 2007.

Reli tersebut mendorong Tsingshan untuk mencari alternatif yang lebih murah. Perseoan menemukan cara untuk menggunakan pig iron nikel dari simpanan besar-besaran di Indonesia dan melepaskan pengganti bermutu rendah sehingga harga kembali di bawah US$10.000 hanya dua tahun kemudian.

“2007 dan 2021 adalah dua pencapaian bagi industri nikel,” kata ahli strategi komoditas senior ING Bank Wenyu Yao, seperti dikutip Bloomberg.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper