Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Mengenang 1998, kala IPO Saham di Pasar Modal hanya 6 Emiten

Bisnis penawaran umum perdana saham (initial public offering /IPO) mengalami kontraksi kala resesi melanda pada 1998.
Karyawan melintasi papan elektronik yang menampilkan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Kamis (10/11/2022). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Karyawan melintasi papan elektronik yang menampilkan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Kamis (10/11/2022). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA — Bisnis penawaran umum perdana saham (initial public offering /IPO) mengalami kontraksi kala resesi melanda pada 1998 dengan hanya menghadirkan 8 emiten saja yang melantai.

Direktur Penilaian Perusahaan Bursa Efek Indonesia I Gede Nyoman Yetna bercerita pada 1997 penggalangan dana melalui penerbitan saham atau IPO masih relatif baik. Pasalnya setahun sebelum tahun reformasi 1998, terdapat 30 perusahaan yang menggalang dana IPO dengan akumulasi kapital yang dihimpun sebesar Rp3,5 triliun.

Adapun situasi politik dan ekonomi yang memburuk pada Mei 1998 pada akhirnya ikut menekan tren pencatatan saham IPO. Nyoman mengungkapkan terjadi penurunan yang begitu drastis jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

“Selanjutnya pada 1998 jumlahnya menjadi 6 perusahaan atau turun tajam sekitar 80 persen. Pertumbuhan ekonomi Indonesia ketika itu minus 13,13 persen,” kata Nyoman dikutip Minggu (21/5/2022).

Dia pun mengakui bila penurunan jumlah perusahaan yang melakukan IPO di pasar modal merupakan cerminan dari efek krisis yang melanda Indonesia. Adapun pada 1999, jumlah perusahaan yang menggalang dana IPO juga hanya bertambah tipis menjadi 9 entitas.

Menilik dari data statistik OJK, tren IPO perlahan pulih pada tahun 2000 berdasarka data pernyataan efektif yang mencatat hingga 347 emiten atau naik 8,9 persen dari tahun sebelumnya 321 emiten.

Adapun krisis subprime mortgage yang terjadi pada 2008 turut memberi tekanan berat pada pasar modal, terutama di Amerika Serikat yang kemudian merembet ke berbagai negara di dunia.

Meski demikian, BEI melaporkan terdapat penghimpunan dana oleh 18 perusahaan pada tahun tersebut, seiring dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang masih berkisar 6 persen pada 2008. Total dana yang dihimpun di tahun itu mencapai Rp24 triliun.

Nyoman mengatakan dampak Krisis 2008 mulai terasa pada 2009 ketika jumlah penggalangan dana turun menjadi hanya dari 13 perusahaan.

Menurutnya 2023 akan menjadi tahun yang penuh tantangan. Bank Indonesia memperkirakan pertumbuhan ekonomi global pada 2023 akan melambat, dengan risiko koreksi yang dapat lebih rendah dan resesi yang tinggi pada beberapa negara, termasuk Amerika Serikat dan Eropa.

Namun Bank Indonesia memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2022 tetap bisa menyentuh proyeksi 4,5 persen sampai 5,3 persen.

Pertumbuhan ekonomi pada 2023 diperkirakan tetap tinggi didorong oleh permintaan domestik serta kinerja ekspor yang tetap positif di tengah risiko lebih dalamnya perlambatan perekonomian global.

“Kami menyambut baik perusahaan-perusahaan yang akan melakukan IPO, termasuk perusahaan BUMN dan afiliasinya. Otoritas Jasa Keuangan bersama dengan Self-Regulatory Organization pasar modal Indonesia (BEI, KPEI, dan KSEI) senantiasa mendukung para pengusaha di Indonesia untuk dapat memanfaatkan pasar modal Indonesia sebagai sarana memperoleh pendanaan,” lanjut Nyoman.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper