Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Iklim Investasi Daerah: Jawa Tengah Perlu Poles Kawasan Industri

Kawasan industri di daerah kehilangan daya tariknya. Investor enggan masuk dengan berbagai alasan. Pemerintah daerah perlu intervensi.
Kawasan Industri Terpadu Batang (KITB)./Bisnis-M. Faisal Nur Ikhsan
Kawasan Industri Terpadu Batang (KITB)./Bisnis-M. Faisal Nur Ikhsan

Bisnis.com, SEMARANG - Jawa Tengah terus digadang buat menjadi rumah bagi calon investor anyar baik dari dalam maupun luar negeri.

Dari jauh-jauh hari, pemerintah pusat memberikan perhatian khusus dengan mendirikan Kawasan Industri Terpadu Batang (KITB) yang mulanya diharapkan mampu memikat investor relokasi dari China.

Belum lagi dengan kawasan-kawasan yang dikelola oleh swasta, seperti misalnya Kawasan Industri Kendal (KIK), juga rencana Kawasan Industri Brebes.Mesin manufaktur Jawa Tengah yang hingga hari ini masih berpusat di sekitaran Kota Semarang memang bakal terpencar ke beberapa daerah.

Selain karena faktor ketersediaan lahan, ancaman bencana alam mulai banjir rob hingga penurunan muka tanah menghantui kawasan pesisir utara Jawa Tengah. Tak heran jika pelaku industri perlahan mulai mengambil ancang-ancang.

Sayangnya, kawasan industri di Jawa Tengah masih kurang memikat buat investor. Frans Kongi, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Provinsi Jawa Tengah, menyebut mahalnya nilai investasi di dalam kawasan industri sebagai penyebab. Investor disebut-sebut lebih memilih buat membuka lahan anyar ketika harus membuka pabrik baru di Jawa Tengah.

"Tanah itu pasti lebih murah, karena disiapkan pemerintah [untuk zona] industri dan [daerah] yang akan dikembangkan. Itu dari Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW)," kata Frans saat dihubungi Bisnis pada Jumat (19/5/2023) pekan lalu.

Di KITB, kata Frans, investor kesulitan lantaran terbatasnya sektor usaha yang diperbolehkan untuk masuk ke kawasan industri plat merah tersebut. Sementara itu, di Kabupaten Kendal, calon investor merasa diberatkan dengan mahalnya harga lahan di kawasan tersebut.

Untuk itulah, alternatifnya, banyak investor yang memilih buat membuka lahan anyar di kawasan timur Jawa Tengah seperti Kabupaten Jepara dan Kabupaten Pati.Frans sendiri memperkirakan, dalam hitungan tahun, kawasan selatan Jawa Tengah bakal menjadi incaran investor.

"Perkiraan saya tiga tahun ke depan penuh daerah selatan itu," ucapnya. Mulai tersambungnya infrastruktur transportasi dengan Tol Trans Jawa menjadi momen yang begitu ditunggu pengusaha. Namun tentunya, hal tersebut masih butuh waktu. "Pasti akan ke selatan, karena bagian utara ini sudah penuh. Apalagi Kota Semarang, sudah selesai lah. Tidak ada orang mau ke sini lagi," pungkasnya.

PT Kawasan Industri Wijayakusuma (KIW) sebagai pengelola kawasan industri plat merah di Jawa Tengah, memberikan respon atas pernyataan Frans tersebut. Dalam tanggapan resmi yang diterima Bisnis, Manajemen KIW menyayangkan keputusan investor lantaran di Jawa Tengah ketersediaan lahan di kawasan industri masih cukup memadai. Bahkan, investor punya beberapa opsi selain membeli lahan, misalnya saja dengan skema penyewaan lahan maupun membeli Bangunan Pabrik Siap Pakai (BPSP).

"Berada di kawasan industri akan memperluas jaringan bisnis antar pengusaha. Perusahaan yang memiliki keterkaitan baik dalam hal produk, supply ingredients, dan lain-lain bisa dijembatani oleh pihak pengelola untuk dapat menjalin kerja sama di bidang bisnis," tulis Manajemen KIW dalam tanggapan resmi tertanggal 24 Mei 2023.

Juliani Kusumaningrum selaku Head of Marketing & Sales KIK, menyebut keputusan untuk masuk ke kawasan industri adalah preferensi investor. Setiap pelaku usaha tentu punya kebutuhan dan pertimbangan bisnis tertentu dalam mengambil keputusan.

"Ada investor luar yang mau masuk ke kawasan karena ada kejelasan dari segi sertifikat. Tidak ada masalah. Mengenai fasilitas, mereka tinggal connect saja, semua sudah ready. Di Kendal sendiri, ada kemudahan perpajakan atau insentif. Investor dalam negeri termasuk company blue chip, mereka tidak mau buat pabrik di luar kawasan. Misal, karena sewaktu ada audit dari luar, ketika berada di dalam kawasan itu akses akan lebih mudah," jelasnya pada Kamis (25/5/2023).

Juliani menyebut, keputusan investor untuk membuka lahan anyar di luar kawasan industri sudah lama terjadi di Indonesia. Fenomena tersebut bahkan sudah menjadi tren tersendiri bagi pelaku industri manufaktur yang sudah lebih dulu memiliki fasilitas produksi di dalam kawasan industri.

"Ketika mereka buka second plant, mereka biasa pilih mendirikan di zona industri. Itu ada juga yang seperti itu, sudah bukan hal baru juga," ungkapnya.

Preferensi investor yang memilih buat membuka lahan anyar itu membikin pusing banyak pihak. Tak terkecuali bagi buruh di Jawa Tengah.

Aulia Hakim, Sekretaris Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Provinsi Jawa Tengah, menyebut bahwa menjamurnya pabrik-pabrik anyar di luar kawasan berpotensi merugikan kelompok buruh. Pasalnya, buruh di luar kawasan industri bakal kesulitan buat menjalin komunikasi dan koordinasi antar serikat buruh yang sudah lebih dulu berjejaring antar kawasan industri.

"Kalau posisi dia tidak masuk ke kawasan [industri] memang agak sulit. Tetapi buruh itu rasa ingin tahunya tinggi, contoh di Kabupaten Pati, ada perluasan pabrik yang karyawannya tanya-tanya. Dari situ kami masuk, bagaimana kondisi pengupahannya, status ketenagakerjaannya," jelas Aulia.

Lebih lanjut, kelompok buruh di Jawa Tengah juga mengkhawatirkan fungsi pengawasan ketenagakerjaan apabila masih banyak investor yang membuka pabriknya di lahan baru. Dari pengalaman terdahulu, di dalam kawasan industri sekalipun, pelanggaran aturan ketenagakerjaan masih kerap terjadi di Jawa Tengah.

KSPI Provinsi Jawa Tengah berharap pemerintah bisa membuka akses informasi dengan lebih transparan, sebagai upaya antisipasi dan mitigasi pelanggaran aturan ketenagakerjaan.

Pada perkembangan lain, hingga hari ini, KIK masih menerima investor baru dari dalam dan luar negeri. Baik mereka yang baru membuka fasilitas produksi, hingga investor yang tengah melakukan ekspansi ke Jawa Tengah.

"Tetap ada fasilitas produksi di tempat lain, tetapi menambah baru di Kendal. Utamanya di tekstil dan sepatu," jelas Juliani.

Ekspansi manufaktur dilakukan lantaran beberapa faktor. Pertama, pelaku industri telah membangun jaringan distribusi dan logistik yang umumnya berada di wilayah Jawa Barat. Kendal menjadi pilihan ekspansi untuk memudahkan distribusi dan logistik dari dan menuju kawasan timur seperti Kabupaten Jepara.

Khusus untuk sektor makanan dan minuman, opsi untuk merelokasi fasilitas produksi ke Jawa Tengah dilakukan buat memangkas alur logistik input dan output. Mengingat, banyak bahan baku makanan dan minuman yang berasal dari Jawa Tengah.

Juliani menambahkan, dari banyak faktor tersebut, faktor upah justru menjadi pilihan nomor sekian yang dipikirkan investor. "Ekspansi mereka di Kendal bukan karena upah faktor utamanya. Justru karena di Kendal mereka mendapatkan Tax Holiday, itu yang menjadi daya tarik," ucapnya.

Dua hal tersebut, insentif dan stimulus, tentu masih belum cukup buat menarik investor ke dalam kawasan industri. Manajemen KIW berharap agar pemerintah, baik pusat maupun daerah, untuk bisa memperhatikan regulasi kawasan industri serta mempermudah proses administrasi dan perizinan.

"Sehingga para calon investor semakin tertarik [untuk] berinvestasi di dalam kawasan industri," tulis Manajemen KIW dalam tanggapan resminya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Miftahul Ulum
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper