Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Asosiasi Industri Kawat Baja Jatim Berharap agar Harga Gas Turun

Harga bahan baku kawat baja atau yang disebut steel wire rod dalam negeri saat ini masih dianggap tinggi sebab dipengaruhi oleh biaya energi yakni harga gas untuk memproduksi steel wire rod.
Kawat baja/Reuters
Kawat baja/Reuters

Bisnis.com, SURABAYA — Gabungan Industri Produk Kawat Baja Indonesia (Gipkabi) berharap supaya pemerintah berperan dalam mendorong pertumbuhan industri dalam negeri salah satunya dengan menurunkan harga gas alam guna menekan biaya produksi bahan baku kawat baja.

Ketua Gipkabi Jatim Sindu Prawira mengatakan bahwa harga bahan baku kawat baja atau yang disebut steel wire rod dalam negeri saat ini masih dianggap tinggi sebab dipengaruhi oleh biaya energi yakni harga gas untuk memproduksi steel wire rod.

“Kami ingin pemerintah mengupayakan efisiensi industri hulu [penghasil batang kawat baja/bahan baku steel wire rod] dengan menurunkan harga gas supaya industri hilir kawat baja tidak menanggung beban berat dan lebih kompetitif menghadapi pesaing terutama dari produk asing,” jelasnya, Kamis (10/6/2021).

Menurutnya, industri produk kawat baja yang merupakan industri hilir penghasil berbagai produk turunan seperti mur, baut, paku, skrup, kawat baja karbon rendah, kawat bakar, paku ulir, paku payung, dan baut drilling membutuhkan bahan baku dengan harga yang ramah.

Saat ini, kata Sindu, kebutuhan bahan baku produk kawat baja nasional sedikitnya mencapai 2,5 juta ton. Selama ini, pabrikan menyerap bahan baku dari industri baja dalam negeri seperti PT Krakatau Steel (Persero) Tbk., PT Gunung Garuda, PT Ispatindo, hingga PT The Master Steel.

“Selain menyerap bahan baku dari produsen lokal, kami juga mengimpor bahan baku steel wire rod ini dari China, Korsel, Thailand sebab ada jenis bahan baku tertentu yang memang belum diproduksi di dalam negeri,” katanya. 

Meski harga bahan baku impor lebih murah dibandingkan suplai pabrikan lokal, dalam 3 tahun terakhir ini pemerintah memberlakukan bea masuk antidumping (BMAD) melalui PMK No. 27/2018 tentang Pengenaan Bea Masuk Anti Dumping terhadap impor produk steel wire rod dari China.

Akibatnya, harga bahan baku impor ini menjadi lebih tinggi sebab BMAD yang dikenakan mencapai 15 persen. Sementara pengenaan BMAD untuk produk turunan kawat baja berupa paku, mur, dan lainnya itu justru lebih rendah yakni hanya 12,5 persen.

“Kondisi ini membuat produk kawat baja kita tidak bisa bersaing dengan produk turunan impor karena harga bahan baku kita lebih mahal, baik bahan baku impor karena faktor BMAD, maupun bahan baku lokal karena faktor harga gas alam,” jelasnya.

Sindu menambahkan bahwa dengan adanya pemberlakukan bea masuk yang memang bertujuan untuk melindungi produk dalam negeri, maka pemerintah selayaknya menurunkan harga energi gas yang dibutuhkan industri hulu atau batang kawat baja.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Peni Widarti
Editor : Zufrizal
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper