Ingin Bebas Dari Kabel Udara, Pemda DKI Jakarta Wajib Berikan Ganti Rugi

Saat ini beberapa pemerintah daerah (Pemda) tengah membahas aturan mengenai penataan jaringan utilitas di wilayahnya.
Foto: Ingin Bebas Dari Kabel Udara, Pemda DKI Jakarta Wajib Berikan Ganti Rugi
Foto: Ingin Bebas Dari Kabel Udara, Pemda DKI Jakarta Wajib Berikan Ganti Rugi

Bisnis.com, SURABAYA - Saat ini beberapa pemerintah daerah (Pemda) tengah membahas aturan mengenai penataan jaringan utilitas di wilayahnya.

Namun disayangkan rencana tersebut ditunggangi dengan kepentingan untuk meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD).

Caranya dengan mengenakan sewa yang tinggi terhadap sarana jaringan utilitas terpadu (SJUT) yang dibangun Pemda.

Agung Harsoyo, dosen Sekolah Teknik Elektronika dan Informasi (STEI) ITB, menilai sudah sewajarnya Pemda mengatur penempatan jaringan utilitas seperti jaringan telekomunikasi, air dan listrik di wilayahnya.

Karena tujuannya untuk menata kota, menurut Agung harusnya SJUT dibangun oleh pemerintah. Sebab pembangunan SJUT itu bagian penyediaan fasilitas layanan umum untuk masyarakat.

Contohnya Jepang dan Inggris. SJUT di negara tersebut dibangun dan dibiayai oleh pemerintah. Dan pembangunannya juga ada standarnya.

"Saat ini SJUT yang dibangun Pemprov DKI Jakarta belum mengikuti standar yang berlaku. SJUT di negara maju dapat dilewati teknisi untuk melakukan perbaikan. Selain itu SJUT juga dapat ditaruh jaringan listrik, air bersih, air lembah dan jaringan telekomunikasi," ucap Agung.

Karena merupakan bagian untuk memberikan pelayanan kepada warganya dan anggaran pembangunan berasal dari APBD, maka sewajarnya semua pengelola jaringan utilitas dapat memanfaatkan SJUT yang dibangun Pemda.

Karena tujuan utama Pemda membuat SJUT bukan untuk mencari keuntungan. Jika harus membayar, menurut Agung harusnya tidak dengan skema sewa. Tetapi dengan retribusi.

"Kalau sewa berarti trotoar atau badan jalan adalah miliknya Pemda. Dan ketika telah disewa salah satu badan usaha, artinya tak boleh ada pihak lain yang dapat menggunakannya. Sehingga skema sewa tidak tepat. Dengan skema retribusi, dana yang dihimpun Pemda dapat dipergunakan untuk pemeliharaan dan penggembangan SJUT di masa mendatang," terang Agung.

Jika Pemda gegabah membuat aturan sewa SJUT yang tinggi kepada penyedia jaringan utilitas, maka dipastikan tambahan biaya tersebut akan dibebankan ke masyarakat.

Tambahan biaya yang diterima penyedia layanan internet, air, gas dan listrik akan dibebankan kepada masyarakat. Jika demikian maka akan mengurangi daya saing daerah tersebut. Bahkan bisa mengurangi daya saing ekonomi Indonesia.

Lanjut Agung, jika ada operator jaringan sudah melakukan pemindahan jaringan udaranya ke tanah, jangan dipaksa Pemda untuk pindah ke SJUT yang dibangunnya. Sebab pemindahan jaringan tersebut akan menambah beban penyelenggara jaringan utilitas.

Tambahan biaya ini akan dikompensasikan ke pelanggan. Jika pelanggan tak mau dikorbankan, Pemda harus menanggung seluruh beban pemindahan jaringan utilitas tersebut.

"Ada baiknya sebelum membuat SJUT Pemda memiliki rencana yang jelas untuk penataan kota yang lebih baik. Tujuan utama Pemda DKI adalah membebas Jakarta dari kabel udara. Jika sudah ada penyelenggara jaringan yang telah memindahkan kabel udaranya ke dalam tanah, harusnya tak perlu diminta pindah ke SJUT yang dibuat Pemprov. Jika Pemprov ingin penyelenggara infrastruktur tersebut pindah ke SJUT milik Pemprov, maka harus di fasilitasi dengan diberikan kompensasi yang bersifat win win solution apakah bentuknya ganti rugi, pengurangan biaya atau bahkan di gratiskan dengan jangka waktu tertentu. Pemda DKI jangan memakai alasan bebas kabel udara tapi tujuan utamanya untuk meningkatkan PAD. Jangan sampai Pemda DKI merancang ini itu tapi akhirnya menyebabkan ekonomi biaya tinggi dengan memaksa operator telekomunikasi menggunakan SJUT milik Pemda sehingga berpotensi menghambat transformasi digital yang dicita-citakan Presiden Joko Widodo," ujar mantan aggota BRTI.

Menurut Agung jika Pemda mau membuat aturan, mereka harus mengikuti aturan yang berlaku. Pemda tak boleh membuat aturan semaunya sendiri. Apalagi Pemerintah Pusat sudah mengeluarkan UU Cipta Kerja dan aturan turunannya.

Agung percaya dengan kota yang tertata baik dengan dilengkapi fasilitas utilitas yang memadai, dipercaya akan banyak investor yang akan menanamkan uangnya di daerah tersebut.

"Seharusnya Pemda membuat regulasi sesuai dengan regulasi yang berlaku. Seperti mengacu UU Cipta Kerja. Pengaturan ganti rugi itu sudah diatur dalam PP 52 Pasal 70, perlu di harmonisasi lebih lanjut peraturan itu. Lebih baik Pemda mendapatkan manfaat dari peningkatan ekonomi daerahnya sehingga kesejahteraan rakyat dan pajak yang didapatkan daerah juga akan meningkat," pungkas Agung.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Media Digital
Editor : Media Digital
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

# Hot Topic

Rekomendasi Kami

Foto

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper