Telkom Usul 5G di Indonesia Pakai Frekuensi 2,6GHz

Leo Dwi Jatmiko
Rabu, 17 Juli 2019 | 08:33 WIB
Ilustrasi teknologi 5G./REUTERS-Yves Herman
Ilustrasi teknologi 5G./REUTERS-Yves Herman
Bagikan

Bisnis.com, JAKARTA– PT Telekomunikasi Indonesia Tbk. (Telkom) menyarankan agar pemerintah menggunakan spektrum 2,6 GHz untuk standar 5G, yang saat ini masih digunakan oleh satelit Indovision SES7. 

Direktur Utama Telkom Ririek Adriansyah menuturkan hingga saat ini implementasi 5G di Indonesia masih terbentur oleh alokasi spektrum dan regulasi yang belum ada. 

Dia mengatakan bahwa frekuensi 3,5GHz yang sempat diwacanakan Kementerian Komunikasi dan Informatika tidak dapat digunakan karena masih dipakai oleh satelit. Begitupun dengan skema berbagi frekuensi, juga tidak dapat dilakukan karena rawan inteferensi. 

Ririek berpendapat selain 3,5 GHz frekuensi yang memungkinkan untuk digunakan 5G adalah frekuensi s-band di 2,6 GHz, dengan melihat jumlah pengguna yang ada saat ini. 

  “Selain 3,5 GHz mungkin yang paling dekat untuk bisa dipakai adalah 2,6GHz dengan pertimbangan potensi jumlah user secara global di dunia dalam waktu dekat,” kata Ririek kepada Bisnis.com, Selasa (16/7/2019). 

Sementara itu, PT MNC Sky Vision Tbk, memastikan pemanfaatan teknologi 5G di pita frekuensi 2,6 GHz tidak akan terjadi, selama Satelit Indovision SES7 masih beroperasi. 

Muharzi Hasril, Corporate Secretary PT MNC Sky Vision Tbk, mengatakan bahwa pihaknya masih menggunakan frekuensi 2,6 GHz hingga 2028, dengan kemungkinan dapat bertambah lama jika muncul satelit pengganti yang menggunakan frekuensi yang sama. 

"Frekuensi 2,6 GHz mungkin saja digunakan oleh 5G selama frekuensi tersebut tidak lagi digunakan oleh Satelit kami di S-Band," kata Muharzi kepada Bisnis. 

Muharzi menambahkan pemanfaatan frekuensi dengan skema berbagi atau sharing frekuensi di frekuensi 2,6 GHz juga sulit dilakukan, karena dikhawatirkan terjadi inteferensi atau gangguan dengan frekuensi 5G. 

Adapun jika pemerintah atau pengguna 5G ingin memanfaatkan frekuensi tersebut dalam waktu dekat, dia menyarankan agar pihak terkait memberi kompensasi sebagai alternatif.

"Kompensasi mungkin bisa menjadi alternatif penyelesaian," kata Muharzi. 

Muharzi berpendapat bahwa saat ini tren global, 5G tidak digunakan di 2.6 GHz melainkan di extended C-Band yaitu 3.4 - 3.6 GHz, disebabkan bandwidth di 2.6 GHz kurang lebar sehingga tujuan 5G untuk memberikan internet cepat dengan latency rendah tidak akan tercapai .

Diketahui berdasarkan laporan, Ericsson Mobility Report Juni 2019, disebutkan bahwa penyerapan 5G secara global terjadi lebih cepat dari waktu yang diperkirakan sebelumnya pada laporan November 2018, seiring dengan penyebaran 5G oleh operator dan pengguna gawai yang beralih ke 5G. 

Laporan tersebut memperkirakan bahwa pelanggan 5G akan mencapai 1,9 miliar pada 2024, angka ini naik 27% dibandingkan dengan perkiraan sebelumnya pada November 2018 yang memprediksi hanya 1,5 miliar pengguna 5G pada 2024.

Tidak hanya itu pada 2019 ini, terdapat sejumlah vendor yang telah meluncurkan ponsel pintar yang mendukung jaringan 5G.

Untuk di high band pada rentang frekuensi 28 GHz – 39 GHz terdapat dua ponsel pintar yang telah mendukung 5G. Kemudian pada rentang frekuensi mid band frekuensi 3,5 GHz dan 2,6 GHz terdapat dua ponsel juga yang telah mendukung 5G.

Lebih lanjut, berdasarkan data yang diterima dari sumber Bisnis, beberapa operator di China dan Amerika Serikat telah memanfaatkan 2,6 GHz untuk 5G. 

Sementara itu, Thailand, Vietnam, Myanmar, Norwegia, Arab Saudi, Mesir dan Jepang baru berencana menggunakan 2,6 GHz.  

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini di sini:

Penulis : Leo Dwi Jatmiko
Bagikan

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terkini

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Topik-Topik Pilihan

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper